Y.M. TIAN SHANG SHENG MU – Oleh The Siu Chong (Sinta Yoan Teja)
Asal muasal “ Shengming “ (Shengbeng)
Tiongkok adalah satu diantara sekian negara kuno yang berperadaban tinggi baik budaya maupun peradabannya yang hingga kini masih eksis bahkan semakin bersinar di dunia.
Dalam perjalanan sejarahnya yang tercatat jelas dengan tertulis di dalam catatan sejarah selama 5000 tahun ini, para leluhur bangsa Tionghoa/etnis Tionghoa telah berjuang menghadapi segala tantangan terhadap malapetaka baik berupa bencana alam yang keras maupun peperangan yang membinasakan oleh ulah manusia, dalam menghadapi segala prahala yang berat itu, terkadang mereka juga mengalami keputusasaan dan merasa tak berdaya, dalam keadaan seperti itu, mereka sangat membutuhkan dukungan moril dan spiritual yang menguatkan mereka dalam menghadapi semua itu, maka muncullah banyak pemujaan para “Shengming” sebagai sandaran tempat dimana mereka mengadu dan memohon pertolonganNya.
Dan para Shengming ini seiring dengan perjalanan waktu, lama kelamaan ada yang dilupakan/ditinggalkan, namun ada yang tetap eksis sampai saat ini masih tetap dipuja oleh bangsa Tionghoa baik yang berada di Tiongkok maupun di mancanegara. Para Shengming ini bahkan berkembang cemerlang dan membentuk pemujaan dan budaya para Shengming itu sendiri.
Kebanyakan para Shengming ini pernah lahir dan berkarya di dunia ini pada zamannya, mereka berjuang untuk masyarakat di sekitar mereka hidup dan mendapat apresiasi masyarakat di sekitarnya, setelah wafat, masyarakat berterima kasih atas jasa-jasanya yang bermanfaat untuk mereka, mereka merindukannya, maka para Shengming ini juga dikirimi do’a, disembahyangi dan juga menjadi tempat mengadu tentang kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dan permohonan mereka ada yang terkabul, dan bila pemujaan seperti ini bisa berlangsung lebih dari ratusan tahun lamanya masih belum pudar, maka jadilah ia seorang “Shengming”.
Di Indonesia, etnis Tionghoa menyebut para Shegming ini dengan sebutan “Kongco” (bagi Shengming laki-laki) dan “Makco” (bagi Shengming perempuan) yang artinya kakek Moyang dan nenek Moyang, dimana anak – cucu – cicit nya untuk mengadu dan memohon pertolonganNya.
Di Negara yang berdekatan dengan lautan, hampir semuanya memiliki Dewa Pelindung lautnya sendiri dan Tiongkok pun mempunyai Pelindung baharinya sendiri, yaitu “Mazu” (di Indonesia disebut “Makco” atau “Tianhou Niangniang“, di Indonesia “Mazu” lebih popular disebut dengan Y.M. Makco atau “Tian Shang Sheng Mu”.
.
RIWAYAT SINGKAT Y.M. MAZU
Y.M.Mazu yang kita kenal dan kita puja terlahir dengan nama Lin Moniang, beliau berasal dari pulau kecil bernama Meizhou dari Kabupaten Putian, Provinsi Fujian (Hokkian) Tiongkok. Beliau dilahirkan pada zaman Dinasty Song dibawah pimpinan Kaisar Song Taizu pada tahun Tianlong pertama (tahun 960) pada penanggalan Lunar tanggal 23 bulan 3 petang dan wafat pada tanggal 9 bulan 9 tahun 987 di bawah pimpinan Kaisar Song Taizong dalam usia yang masih sangat muda (28 tahun).
Mengenai silsilah Y.M.Mazu dapat ditelusuri hingga ke masa Dinasty Tang dibawah pimpinan Kaisar Tang Xuanzong, ketika itu ada seorang bernama Lin Mu berasal dari Provinsi Henan, konon Lin Mu mempunyai 9 orang anak laki-laki, dan semua anak-anaknya menjadi pejabat pemerintahan, oleh karenanya orang-orang menyebut mereka dengan julukan “9 Mu dari Keluarga Lin”, Keluarga Lin bergenerasi menjadi pejabat dan Y.M.Mazu adalah cucu perempuan generasi ke X dari Lin Mu yang menetap di Pulau Meizhou.
Ayahanda Y.M.Mazu bernama Lin Weiyi adalah seorang pejabat pemerintahan, orangnya jujur dan bersahaja, suka menolong para tetangga dan kampungnya yang membutuhkan, oleh orang-orang kampungnya Pak Lin mendapat julukan “Dermawan Lin”.
Pak Lin sudah mempunyai seorang anak laki-laki dan 5 orang anak perempuan, karena merasa hanya ada seorang anak laki-laki saja dikhawatirkan kelak tidak dapat meneruskan abu keturunan marga Lin, maka sebagai penganut agama Budha yang ta’at, Pak Lin dan Bu Tan setiap hari pagi dan malam selalu sembahyang dan berdo’a pada Sang Dewi yang welas asih Guanyin (Kwan Im) dari Laut Selatan agar diberikan seorang anak laki-laki. Do’a yang tulus ini dilakukan tak putus-putus hingga lama sekali…
Sementara itu, ketika itu di perairan Pulau Meizhou sering terjadi ada siluman laut yang beraksi dan mengganggu kapal-kapal disekitar sana, sehingga para nelayan maupun kapal-kapal lainnya banyak yang tenggelam dan lenyapnya nyawa-nyawa yang tidak berdosa, sehingga rakyat disekitar sana sangat sengsara dibuatnya. Kita mengetahui bahwa Dewi Guanyin adalah Dewi yang welas asih dan selalu menolong umat manusia di dunia dalam segala kesusahan yang dialaminya.
Konon ketika Dewi Guanyin dan Dewi Nuuwa berpatroli mengamati kejadian-kejadian di dunia, sesampai di Laut Timur, mereka menemukan di Laut Timur sering berombak menjurang tinggi dan menyengsarakan kapal-kapal, kapal tenggelam dan nelayan menjadi mangsa ikan-ikan di sana. Karena melihat keluarga Lin memupuk kebajikan secara turun temurun dan ta’at pada ajaran Budha, maka Dewi Guanyin mengabulkan permohonan Pak Lin, Dewi Guanyin memerintahkan anak buahnya Long Nuu untuk turun kedunia lahir ke keluarga Lin untuk menjadi seorang Dewi Sakti yang menaklukkan siluman-siluman di dunia dan menyejahterakan masyarakat di sekitarnya. Maka …
Pada suatu malam Dewi Guanyin dari Laut Selatan datang dalam mimpi Bu Tan, memberinya bunga “You Bo” dan sebuah pil dan berkata: “Keluarga kamu turun temurun menanam kebajikan, Tuhan pasti melindungi keluargamu, setelah menelan pil ini, kamu akan mendapatkan seorang anak untuk menolong manusia di dunia.” Setelah menelan pil itu, Bu Tan pun terbangun dari tidurnya, dan ia rasakan telah berbadan dua. Suami istri Lin Weiyi merasa tercengang tiada tara. Dari cerita ini membuktikan bahwa Y.M.Mazu sebenarnya adalah jelmaan Dewi Guanyin.
.
LAHIRNYA Y.M. MAZU
Bila orang biasa seorang bayi 9 bulan dalam kandungan ibunya, Y.M.Mazu selama 14 bulan dalam kandungan Bunda Tan baru dilahirkan.
Pada tahun 960 bulan 3 tanggal 23 (penanggalan Lunar) petang, ketika itu langit sudah gelap gurita, tiba-tiba masyarakat Meizhou melihat sebuah bintang meteor meluncur ke bumi, berubah menjadi secercah sinar merah dari langit arah barat laut menembus ke arah rumah keluarga Lin. Sinarnya amat terang menyilaukan mata menyinari Pulau Meizhou, sehingga laut dan gunung bagaikan api menyala, bebatuan di pulau berwarna merah jingga tua, pepohonan dan rerumputan dapat dilihat dengan jelas, masyarakat di sekitarnya merasa tercengang akan fenomena ini, terlebih-lebih di rumah keluarga Lin, sinar merah memancar jauh keatas langit, para tetangga mengira telah terjadi kebakaran di keluarga Lin, mereka berbondong-bondong datang hendak membantu memadamkan api, sesampai disana ternyata tidak ditemukan api, hanya tercium aroma keharuman yang tiada tara bertepatan dengan kelahiran Y.M.Mazu (aroma harum di halaman keluarga Lin menebar sampai berminggu-minggu lamanya). Melihat keajaiban alam ini, para tetangga berdecak kagum merasa terheran-heran, bagi Pak Lin yang kedapatan bahwa istrinya melahirkan seorang putri lagi, tak dapat menutupi rasa kecewanya, sampai akhirnya para tetangga memberitahu tentang fenomena alam yang ajaib mengiringi kelahiran sang putri, Pak Lin juga keluar rumah dan melihat rumahnya terang bagai dipasangi lilin di malam hari, rumahnya dipenuhi dengan sinar terang yang memancar ke empat penjuru, dan dihubungkan dengan mimpi Bu Tan, dalam hatinya Pak Lin tahu bahwa anaknya adalah anak sakti, sampai disini barulah rasa kecewanya dapat diredam dan berubah menjadi rasa suka cita.
Oleh karena si jabang bayi (Y.M. Mazu) setelah dilahirkan selama sebulan penuh tidak pernah sekalipun menangis, maka Ayahandanya (Lin Weiyi) memberinya nama “Mo” yang artinya diam, setelah dewasa namanya menjadi Lin Moniang.
Si Lin Mo sejak kecil menampakkan kecerdasannya yang luar biasa, ia seolah sangat berjodoh dengan Sang Budha, Guanyin maupun para Dewa, ketika berusia 1 tahun, bila melihat rupang atau gambar Sang Budha, Dewi Guanyin maupun para dewa, Si bayi Lin Mo sudah dapat berlaku seolah hendak beranjali. Ketika berusia 5 tahun, ia sudah dapat melafalkan parita “Guanyin Jing“, ketika 8 tahun umurnya, ayahnya mengirim Lin Mo ke sekolah, ia sangat cerdas, pelajaran yang diberikan begitu sekali dibaca sudah dapat dihafal dan menerangkan dengan baik, diusia 10 tahun, ia sudah dapat melaksanakan sembahyang, membaca parita, menghadap Sang Budha, melatih diri dan bermeditasi. Pada usia 13 tahun seorang pendeta Tao yang berkelana mengunjungi keluarga Lin di Pulau Meizhou, sang pendeta menemukan talenta Lin Mo dibidang spiritual yang sangat luar biasa, karenanya pendeta itu menurunkan kitab “Tian Xuan Mi Jue” (jurus rahasia Tian Xuan) dari agama Tao, juga buku-buku ajaran Taois, selain itu, pendeta itupun mengajarinya ilmu strategis perang, ilmu pedang serta ilmu pengobatan, sehingga Lin Mo selain fasih dalam ajaran agama Budha juga sangat menguasai ajaran-ajaran Taois. Ketika berumur 15 tahun, ia sudah lulus mencapai kesempurnaan. Setelah paripurna ilmu-ilmu saktinya, ia bersumpah tidak akan menikah dan bertekad ingin beramal kebajikan, menolong sesama dalam kesulitan, dengan ilmu yang ia kuasai ia sering menolong orang-orang kampung maupun mencegah epidemik, amal ibadah yang ia lakukan ini pun tersebar luas di daerah Putian.
Pada usia 15 tahun, Lin Mo bersama 5 orang kakak perempuannya berdandan mengaca disebuah sumur tua, tiba – tiba melihat seorang Dewa yang memegang sepasang “tongfu” (jimat yang terbuat dari logam tembaga) mengambang keatas dari dalam sumur itu, melihat itu, semua kakak – kakaknya lari ketakutan, hanya Lin Mo bersikap amat tenang dan tak gentar melihatnya, iapun bersujud dan bersikap Anjali menyambut Sang Dewa, lalu Dewa itu memberi “Tong fu” yang berada ditangannya, dan juga mengajari cara menggunakannya.
Setelah mendapatkan “tongfu” tersebut ia pun mempelajari nya dengan tekun, sehingga memperoleh ilmu sakti itu dengan baik dan kelak dapat ia pergunakan dengan baik. Sejak itu ia dapat meramal, mengobati orang sakit, penyakit epidemik, mengusir setan, menolak bara, mengatur angin, memanggil hujan, berselancar di laut bagai berjalan di dataran rata, mengarungi kepulauan di sekitar rumahnya, menolong orang yang terkena musibah di laut. Semua sepak terjangnya mendapat apresiasi dan rasa terima kasih dari orang-orang kampungnya.
Dalam catatan sejarah daerah Putian menyebutkan bahwa Lin Mo dapat “meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang”, “sering berkelana dengan tikar mengarungi pulau-pulau”, menunggang kuda besi menyeberangi laut” dan sebagainya… Oleh masyarakat ia dihormati sebagai seorang Dewi, Putri Naga.
.
KESAKTIAN LIN MONIANG
Di bawah ini adalah beberapa kisah tentang kesaktian dan jiwa welas asih dan Bodhisatwa Lin Mo semasa hidup yang dituturkan secara lisan turun temurun hingga saat ini oleh masyarakat Putian:
– Ketika berusia 16 tahun, pada suatu hari ayah dan abangnya melaut menuju arah utara, waktu itu musim gugur, tiba-tiba saja cuaca berubah, datang angin topan, menimbulkan ombak yang meninggi dahsyat, kapal-kapal mereka terombang-ambing dan layarnya patah, ketika itu Lin Mo dan kakak-kakaknya ada dirumah sedang menenun. Tiba-tiba Lin Mo tertelungkup didepan tenunnya, matanya tertutup bagai tidur kelelahan, kedua tangannya memegang alat tenunnya erat-erat, kedua kakinya menginjak roda tenun, tampak sedang konsentrasi pada suatu hal, mukanya tegang dan pucat pasi, peluhnya basah bagai turun hujan, seolah ada yang sedang diperjuangkan dan takut ada yang kehilangan. Bunda Tan tidak tahu apa sebabnya, lalu dibangunkannya dan bertanya apa sebabnya. Lin Mo tersadar, alat tenun disalah satu tangannya pun terjatuh kelantai. Dengan isak tangis yang sangat sedih ia berkata: “Celaka! Ayah dan abang berlayar bertemu angin topan, kapalnya pecah dan tenggelam, ayah selamat, tapi abang telah meninggal!”
– Tak lama kemudian ada orang datang melaporkan, ternyata benar, ayah dan abangnya bertemu angin topan ketika melaut, ayahnya tertolong dan abangnya meninggal dalam musibah itu. Beberapa hari kemudian ayahnya pulang dan bercerita, ketika topan itu datang, ombak memukul setinggi gunung, mereka terombang-ambing dalam gelombang dahsyat, dalam kondisi segawat itu Pak Lin merasakan sekali ada orang memegang kendali kemudi kapalnya sehingga ia terlepas dari maut dan selamat, sebenarnya itu adalah saat Lin Mo tertelungkup di mesin tenunnya dan rohnya sedang keluar ke laut, satu tanganya memegang kemudi sang ayah, satu lagi memegang kemudi abangnya hendak menolong mereka terlepas dari bahaya, sayang, bundanya tidak mengerti dan Lin Mo dibangunkan sehingga alat tenun ditangan terlepas dan menyebabkan kapal yang dinahkodahi abangnya ditelan oleh gelombang.
.
MENCARI JENASAH ABANG
Setelah abangnya meninggal ditelan Laut Timur, Lin Mo sangat sedih dan memutuskan segera berlayar (meskipun kondisi laut masih tidak bersahabat) mencari jasad abangnya untuk dimakamkan. Tak seorang nelayan para tetangganya berani melaut dalam cuaca gelombang yang begitu dahsyat itu, mereka merasa tak mungkin dapat menemukan jasad abangnya dalam laut yang begitu luas dan gelombang yang begitu dahsyat. Tetapi mereka pun tahu tak dapat mencegah niat Lin Mo untuk melaut, selain itu mereka juga terharu akan hati Lin Mo yang begitu menyayangi abangnya. Maka terpaksa mereka membiarkan Lin Mo melaut, bahkan beberapa nelayan menemaninya. Karena Lin Mo punya ilmu kesaktian dan sangat mahir berenang, ia mengendarai kapal menerjang gelombang bagai berjalan didaratan. Selain itu dengan kesaktiannya Lin Mo dapat mengetahui dengan tepat dimana jasad abangnya berada, sesampainya di laut lepas, tiba-tiba mereka melihat sekelompok binatang air berkumpul menyambutnya, fenomena itu sungguh sangat luar biasa, para nelayan tetangga yang menemani Lin Mo terkejut dan pucat pasi. Lin Mo menghardik dengan keras, binatang-binatang air itu pun mundur teratur, air yang tadinya keruh berubah jernih kembali, dan jasad abangnya mengambang kepermukaan air, ternyata binatang-binatang air itu datang untuk melindungi jasad abangnya. Sejak saat itu nelayan di Meizhou semua memandang Lin Moniang sebagai seorang Dewi.
Kedua cerita di atas menunjukkan bahwa Y.M.Mazu sejak masa lahir/hidup di dunia sudah sakti, ia pemberani dan tak gentar menghadapi bahaya untuk mencari abangnya, perilaku ini juga merupakan satu dari teladan menyayang saudara dalam ajaran Nabi Kong Fuzi.
.
DENGAN TIKAR LAYAR KAPAL BERKEMBANG
Sebagai manusia biasa, Lin Moniang memiliki kesaktian bak para Dewa, Alkisah …
Bahwa Provinsi Fujian terletak di pesisir laut Timur, pada hari-hari biasa saja tanpa angin ombaknya sudah setinggi satu meter, kalau ada angin maka gelombangnya semakin dahsyat. Kapal-kapal tak dapat berlayar. Pada suatu hari, Lin Moniang naik tongkang hendak seberangi lautan, pada awalnya laut tenang tak berangin, sesampai di tengah perjalanan, tiba-tiba datang angin kencang, gelombang dahsyat pun tiba, air memasuki tongkang, tongkang tak dapat melaju, terombang-ambing sangatlah bahaya, membuat penumpang di dalam tongkang semua pucat pasi karena ketakutan, mereka berteriak-teriak minta tolong, bahkan sang Nahkoda pun ketakutan, hanya Lin Moniang tetap tenang bagai tidak terjadi apa-apa, ia menenangkan semua orang agar jangan gugup seraya mengambil sebuah tikar jerami yang ia beli dipasar tadi, lalu dipasangkan ketiang layar, dengan tikar itu untuk dijadikan layar, tingkahnya ini membuat sang Nahkoda yang melihatnya serba salah dan berkata pada Lin Moniang: “Apakah tikar jerami bisa dijadikan layar?” Lin Moniang cuek saja mendengarnya, dalam sekejap saja angin meniup tikar itu hingga seperti layar berkembang, akhirnya tongkang dapat melaju bagai berjalan di daratan, menerjang ombak yang ganas dan secepatnya sampai di pantai tujuan, tak seorang pun yang menyaksikan kejadian itu tidak berdecak kagum dan merasakan keajaibannya…
Cerita ini menunjukkan bahwa Y.M.Mazu adalah seorang Dewi yang benar-benar pernah hidup di dunia ini.
.
NAIK KUDA BESI MENYEBERANGI LAUTAN
Ada lagi sebuah kisah tentang kesaktian Y.M.Mazu yang viral di kalangan rakyat jelata sampai ribuan tahun lamanya hingga saat ini di Putian, yaitu :
Pada suatu hari, karena suatu hal yang penting, Lin Moniang dari Meizhou hendak pergi ke dermaga Xian Liang, sesampai di dermaga, lama sekali ia menunggu, tak sebuah perahupun yang nampak, karena ada hal yang penting ia harus mengejar waktu, membuat ia sangat cemas, dilihatnya dibawah sebuah rumah besar didermaga ada seekor kuda-kudaan besi, maka ia pun naik keatasnya dan dipecutnya kuda-kudaan besi tadi… Aneh bin ajaib… kuda besi itu bisa bergerak dan lari kencang di atas permukaan laut bagai berjalan di jalan daratan! Orang-orang di daratan yang menyaksikan pada tercengang kebingungan, mereka mengira itu adalah kuda ras yang terbang di atas permukaan laut, tapi tidak terdengar suara ringkikkan kuda dan detak suara telapak kuda… bayangkan, kuda beneran saja tak mungkin berjalan lancar di atas air, apalagi kuda-kudaan besi! Ini kalau bukan kemampuan seorang Dewa, siapa yang sanggup melakukannya?
.
MENGOBATI EPIDEMI KELUARGA BUPATI
Ketika Lin Moniang masih sebagai manusia biasa, pada suatu hari seluruh anggota keluarga Bupati Putian terserang epidemik, mereka sudah mengundang tabib-tabib ternama untuk mengobati, namun tidak sembuh-sembuh juga, semua tak berdaya. Ketika itu Lin Moniang sudah menjadi seorang tabib yang sangat termasyur dalam hal mengobati penyakit aneh dan epidemik yang menyeramkan, ia mengobati secara gratis kepada rakyat jelata, semua penyakit yang ditangani selalu sembuh setelah minum obatnya. Ia bagaikan Dewa penolong bagi rakyat jelata.
Pak bupati sebagai seorang kepala wilayah, kalau mau sebenarnya asal panggil, siapa yang berani menolak? Apalagi sekarang keluarganya tertimpa musibah epidemik, kalau ia mengeluarkan sebuah surat panggilan saja sudah dapat mendatangkan Lin Moniang untuk mengobati anggota keluarganya, tapi Pak Bupati pun mengetahui: Moniang sebagai seorang Dewi yang sakti, bukanlah seorang yang suka menjilat pada penguasa, hatinya hanya satu tujuan, yaitu membantu rakyat jelata yang lemah dalam kesulitan, ia bukanlah orang yang mau bertakluk pada penguasa. Oleh karenanya setelah berpuasa membersihkan diri, dengan setulus hati Pak Bupati datang sendiri ke Pulau Meizhou memohon dengan rendah hati agar Moniang mau berbaik hati untuk mengobati anggota keluarganya.
Menimbang Sang Bupati termasuk seorang pejabat yang bersih, maka Moniang berkata kepadanya: “Musibah ini termasuk bencana / takdir Tuhan, mana berani aku campur tangan? Mengingat kamu selama ini berlaku bijak dan welas asih pada rakyatmu, maka aku akan memohonkan ampunan untukmu”. Maka Moniang gunakan 9 ruas derugo/jerigo untuk menggambar Fu (jimat) dan berkata kepada sang Bupati: “Dengan Fu ini dan juga minum obat ramuan yang kuberi, anggota keluagamu pasti akan sembuh.” Kejadian ini segera tersiar diseluruh wilayah Putian.
Mengobati orang sakit sebenarnya adalah hal biasa, namun Y.M.Mazu dengan ilmu pengobatannya yang tinggi dan memberikan pasien/rakyat jelata pengobatan dan obat-obatan secara cuma-cuma lah yang merupakan sebab utama mengapa Y.M.Mazu selalu hidup di hati rakyat.
.
MENAKLUKKAN SILUMAN
Di sebelah pesisir barat wilayah Putian ada dua siluman, masing-masing bernama Qianliyan (dapat menerawang dengan jauh) dan Shunfeng’er (dapat melihat dengan jauh), kedua siluman ini sering berulah melukai para nelayan di sana, membuat hidup mereka sengsara dan selalu mengganggu mereka saat menangkap ikan, mereka dibuatnya tak berdaya, para nelayan ini mohon bantuan pada Lin Moniang.
Maka Lin Moniang menyamar sebagai seorang nelayan perempuan berlayar untuk mencari kedua siluman itu, pencarian selama 10 hari akhirnya ketemu juga. Kedua siluman itu tergiur akan kecantikan Lin Moniang lalu mengejarnya, hendak dijadikan istri. Lin Moniang marah besar, ia lalu memanggil tentara airnya dari Laut Timur, dikepungnya kedua siluman itu, lalu ia menggerakkan “tongfu”nya sambil berdo’a dan membaca mantra, “tongfu” itu memancarkan sinar emas, selain itu dilemparkannya dua buah gelas yang terbuat dari biji besi lengket ke angkasa, gelas biji besi lengket itu berubah menjadi 2 buah gunung kecil, kedua siluman itu ditindih di kedua gunung kecil tersebut. Kedua gunung kecil itu adalah Pulau Jiaobei Timur dan Pulau Jiaobei Barat yang hingga sekarang masih ada. Setelah menaklukkan kedua siluman itu, mereka dijadikan pengawalnya, karena talenta kedua siluman itu, mereka bersama-sama membantu Lin Moniang menerawang cuaca dan geofisika serta menolong para nelayan yang mengalami kesulitan di laut.
Setelah Lin Moniang wafat, kedua siluman itupun ikut serta dengannya (yang hingga kini masih dapat kita lihat di setiap altar Y.M. Mazu, itulah Dewa kecil Qianliyan (dengan tangan diletakkan di atas alis mata seolah sedang menerawang jauh) dan Shunfeng’er (dengan tangan diletakkan ditelinga, seolah sedang mendengarkan dengan saksana.)
.
MONIANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT JELATA
Pulau Meizhou terdiri dari gunung bebatuan dan sedikit tanah garapan, masyarakat di sana yang lelaki hanya bisa melaut jadi nelayan, yang perempuan hanya bisa menenun di rumah, sumber pencaharian hidupnya tidak banyak. Untuk membantu masyarakat Meizhou mengatasi kesulitan hidupnya, Lin Moniang membuka lahan di sebuah pulau kecil dekat Pulau Meizhou, ia tak takut lelah, menantang panas, tertimpa air hujan, bersama ibunya (Bu Tan) tanah itu di tanami rapa/sesawi, tak lama kemudian tanaman sesawi pun tumbuh dan bermekaran bunga-bunga kuning yang indah dan berkembang dengan pesat. Moniang maemberikan bibit-bibit rapa pada masyarakat Meizhou, dengan sabar mempersuasi mereka agar mengembangkan tanaman ini dipulau kecil itu, dengan itu telah dapat mengatasi kesulitan hidup rakyat jelata di Meizhou.
Sejak saat itu, setiap tahun selalu bermekaran bunga rapa di atas pulau kecil itu, dilihat dari jauh, sungguh sangat indah dipandang, diterawang dari jauh, pulau itu bagai sebuah gunung emas di atas laut, pemandangan indah itu masih ada hingga saat ini. Rakyat Meizhou masih mengonsumsinya sebagai sayur hingga kini tak berubah, karenanya pulau itu disebut Pulau Biji Rapa, ketika mereka melihat bunga rapa yang setiap tahun bermekaran indah, maka mereka akan selalu mengenang Lin Moniang (Y.M. Mazu) yang pada masa hidupnya yang selalu dengan sepenuh hati, melupakan diri dan menguntungkan orang lain demi kesejahteraan rakyat kecil di Meizhou.
.
WAFATNYA LIN MONIANG BERUBAH MENJADI DEWI
Ketika Lin Moniang berumur 28 tahun, pada tahun 987 bulan 9 tanggal 9 (penanggalan Lunar), Lin Moniang membenahi harta bendanya dirumah, setelah itu diserahkan pada keluarganya dan berkata: “Besok adalah hari raya Cong Yang (bulan 9 tanggal 9), saya akan mendaki tinggi (salah satu kegiatan di hari raya Cong Yang adalah mendaki ketempat yang tinggi), untuk sementara meninggalkan keramaian dunia yang fana ini, untuk itu sekarang saya pamit dulu.”
Keesokan harinya (tanggal 9 bulan 9), Moniang berdandan dengan sangat cantik sekali, berpamitan dengan orang dirumah dan juga teman-temannya, semua orang merasa sangat berat untuk melepas kepergiannya, ingin mengantar bersamanya, semua itu ditolaknya secara halus, ia berkata: “Kali ini saya mendaki tinggi perjalanannya amat sangat tinggi saudari-saudariku, mohon jangan ikut deh!” Setelah berkata, lalu ia berpisah dengan perasaan kehilangan, ia pun naik ke puncak gunung Mei, kemudian duduk bersila di puncak paling atas gunung Mei.
Rakyat Meizhou pada hari itu melihat puncak gunung Mei dipenuhi awan berwarna-warni, diangkasa sayup-ayup terdengar suara musik surgawi merdu sekali dimainkan, tampak dari angkasa bergerak pasukan berkuda, panji warna-warni berkibar timbul tenggelam di awan tebal dan… Segumpal awan membentuk bagai kendaraan perlahan-lahan menghampiri dirinya dan Lin Moniang dengan anggun melangkah ke atas kendaraan yang menjemputnya. Ia duduk bersila di atasnya… Kemudian perlahan-lahan naik dan lenyap di angkasa…
Masyarakat Meizhou yang menyaksikan keajaiban itu semua berdecak kagum, semua mengabarkan berita hebat ini, hati mereka berkecamuk antara sedih dan gembira. Begitulah dalam usia yang masih muda (28 tahun) beliau telah tamat menjalani kehidupan di dunia yang fana ini sebagai manusia biasa dan berubah menjadi seorang Dewi.
.
PASCA LIN MONIANG JADI DEWI
Setelah Lin Moniang naik mejadi Dewi pada kalender Lunar tanggal 9 bulan 9 tahun 987, orang-orang dikampungnya sangat merindukannya, karena semasa masih hidup beliau sudah menjadi bintang penolong dan Dewa pelindung rakyat Meizhou, maka ketika beliau wafat, rakyat Meizhou seolah kehilangan sandaran hidup, semua merasa sedih dan kehilangan. Ketika semua orang sedang merindukan kebaikannya, pada suatu malam, semua rakyat Meizhou secara serentak bermimpi yang sama, yaitu didatangi Lin Moniang yang berkata pada mereka: “Agar aku dapat membantu orang-orang kampung yang mengalami kesulitan, boleh didirikan sebuah rumah abu di atas puncak Mei dimana aku naik. Kelak bila rakyat mendapat kesulitan, asalkan datang sembahyang dan memohon dengan tulus, maka pasti akan mendapatkan perlindungan dan bantuan dariku.”
(Ditambah lagi, setelah Y.M.Mazu naik menjadi Dewi, bila terjadi angin topan di laut, ketika di saat-saat genting menghadapi ganasnya alam, selalu saja ada orang yang melihat dari kejauhan ada seorang perempuan berpakaian merah menjinjing sebuah lentera merah menampakkan diri menjadi pemandu arah kapal-kapal yang naas menuju pantai dengan selamat).
Keesokkan harinya semua orang Meizhou mengobrolkan sebuah topik tentang isi mimpi yang mereka dapat, semua orang sepakat bahwa pastilah itu keinginan Sang Dewi, mereka sangat gembira, tanpa dikomando oleh siapapun, semua bergerak mulailah mereka membangun sebuah rumah abu tempat ibadah untuk Lin Moniang di tempat puncak Mei dimana beliau naik menjadi seorang Dewi. Rakyat Meizhou dengan sukarela menyumbangkan bahan bangunan seperti: batu bata, genting, pasir, kayu dan lain-lain yang mereka miliki dari rumah masing-masing, beberapa hari kemudian Rumah Abu itupun selesai dibangun dan diberi nama “Tong Xian Ling Nuu Si”, karena waktunya sangat tergesa-gesa, rumah abu itu amat sederhana, belum ada rupang Sang Dewi, hanya dipasang papan vertikal nama Sang Dewi, meskipun demikian sangat manjur, (rakyat memanggil Lin Moniang yang telah menjadi Dewi dengan panggilan sayang yaitu “Mazu” yang artinya nenek) dan semua umat yang percaya dan memohon pertolongannya pasti terkabul. Dengan cepat peristiwa itupun tersebar di seluruh wilayah Putian, dan setiap hari ada banyak umat yang datang untuk sembahyang dan konsultasi melalui “Jiamsi”, kondisi tanpa rupang (Kimsin) itu sampai pada zaman Kaisar Song Yuanyoo, di permukaan laut di jembatan Ninghai di Putian Timur tiba-tiba mengambang sebatang kayu pohon besar, tampangnya amat aneh, bersinar pada siang dan malam, tak seorangpun dapat mengetahui jenis kayu apa itu, kayu itu sangat berat, tak seorangpun dapat mengangkatnya, tapi anehnya kayu itu tetap terapung disana tidak hanyut bersama gelombang, semua orang merasa sangat aneh dan heran, sampai pada suatu malam orang kampung bermimpi: Y.M.Mazu memberitahu bahwa kayu itu adalah bahan yang bertuah roh Mazu, diantar untuk memahat Kimsin beliau. Maka rakyat Meizhou menyambut kayu itu dengan sebuah upacara ritual, dan kayu itu pun terangkat dengan mudah, kemudian dipahat menjadi rupang Y.M.Mazu dan rumah abu “Tong Xian Ling Nuu Si” itu menjadi kuil/klenteng Mazu yang pertama di dunia.
Dan menurut penuturan rakyat Tiongkok secara turun temurun, banyak klenteng-klenteng di sana konon dibangun karena mendapat wangsit berupa mimpi seperti ini.
Seiring dengan perjalanan waktu dan para pelaut yang bergelut dengan maut dalam gelombang dahsyat, setiap kali berhadapan diujung maut, selalu saja ada yang bertemu Y.M.Mazu yang berbaju merah menampakkan diri menolong mereka terlepas dari sakral maut yang menghadang mereka, maka nama besar Y.M.Mazu pun semakin tersiar jauh dan yang ditolong bukan hanya kapal-kapal nelayan saja, tetapi juga kapal-kapal pemerintahan yang mengalami bahaya di laut. sehingga mereka dapat melewatinya dengan selamat dan mukjizat ditolong Sang Dewi (Y.M. Mazu) pun dilaporkan pada atasan hingga kepada Kaisar. Kisah-kisah heroik menghadapi gelombang laut itu pun tersiar makin hari makin jauh… dan Y.M.Mazu bukan hanya urus soal laut yang beliau mahir saja, tapi juga musibah-musibah lain seperti: membantu tentara membasmi perompak, ketika negara mengalami bencana air (banjir) maupun bencana kekeringan, bahkan bencana epidemik penyakit pun, asalkan umatnya datang menghadap Y.M. Mazu, memohon dengan hati yang tulus pastilah terkabulkan. Karenanya kebesaran pengaruh sang Dewi Mazu pun makin lama makin berkembang meluas wilayahnya, dari semula hanya didaerah Putian dan sekitarnya saja, perlahan-lahan berkembang dari kota-kota Selatan sampai ke pesisir Utara di sepanjang pantai Tiongkok yang luas.
Dan orang-orang yang hendak melaut, tak lupa setiap kalau hendak berangkat, pastilah mereka pergi ke klenteng Y.M.Mazu untuk memohon perlindunganNya agar dapat berangkat dan pulang dengan selamat.
.
PEMBERIAN GELAR ANUMERTA
Kedudukan Y.M.Mazu kian hari kian melambung tinggi, karena amal ibadah kebajikan yang beliau lakukan dan kedudukan orang-orang di kapal yang tertolong sehingga beliau mendapat gelar Anumerta dari para Kaisar-kaisar dari zaman ke zaman (dari dinasti Song sampai ke dinasti Qing selama 7-800 tahun lamanya), penganugrahan gelar Anumerta tersebut pun semakin tinggi derajatnya.
Semula oleh rakyat jelata Lin Moniang yang telah naik menjadi Dewi dipanggil “Mazu”, panggilan sayang dan merakyat, dimata rakyat beliau adalah ibu, nenek atau makco, dimana anak cucunya dirundung kesulitan tempat untuk mengadu, berdo’a dan memohon pertolongan.
Dalam perjalanan sejarah dari dinasti Song sampai dinasti Qing selama kurang lebih 7-800 tahunan lamanya, anugrah gelar Anumerta untuknya makin lama makin tinggi (bahkan pada pemerintahan Guomindang dan RRT pun memberi beliau gelar kehormatan), karena jasa-jasanya membantu tugas pemerintahan, gelar-gelar Anumerta tersebut dari pertama “Furen” (nyonya), “ji” (ratu), “hou” (permaisuri), “tianhou” (ratu langit), ”shengji” (ratu suci) dan gelar tertinggi “Tian Shang Sheng Mu” (Bunda suci langit). Antara lain:
- Pada tahun 1092, kaisar Song Guangzong menganugrahi Y.M.Mazu dengan gelar Anumerta “Ling Hui Ji” (Ratu/Selir Ling HUI).
- Dinasti Song dari tahun 1123 s/d tahun 1262 selama kurang lebih 150 tahun lamanya, Y.M.Mazu sudah memperoleh 16 buah gelar Anumerta atas macam-macam jasa yang beliau berikan pada umat manusia maupun Negara seperti: menolong kapal-kapal di atas gelombang topan, membantu pasukan kerajaan menumpas perompak di perairan, mengatasi bencana banjir maupun kekeringan, bencana penyakit epidemik dan lain sebagainya.
- Pada tahun 1123, Duta besar Lu Yindi mendapat tugas kenegaraan dari kaisar Song Huizong untuk mengunjungi Negeri Korea, rombongan besar mereka sebanyak 8 kapal besar, ketika berlayar sampai di atas laut Bohai, tiba-tiba datang angin topan yang dahsyat, seketika 7 buah kapal besar mereka terhempas dan tenggelam, sisa kapalnya Lu Yindi, beliau sangat ketakutan dan segera dipejamkannya matanya dan berdo’a: “Dewi, turunlah! Selamatkan aku! Dewi, turunlah! Selamatkan aku!” Dan aneh bin ajaib, tiba-tiba saja Lu Yindi merasakan seketika itu juga kapalnya tidak beroleng lagi, dibukanya matanya, ternyata ia melihat ada seorang Dewi berbaju merah sedang berdiri di atas tiang layarnya. Berkat perlindugan Dewi Mazu, Lu Yindi berlayar sendiri menuju Korea melaksanakan tugas kenegaraan dengan sukses. Sekembali dari Korea, Lu Yindi melaporkan pengalaman perjalanan yang dibantu oleh Dewi Mazu. Kaisar Song Huizong pun menganugrahi gelar Anumerta “Shunji Furen” dan sebuah papan horizontal “Shunji Miao” yang ditulis oleh kaisar sendiri untuk klentengnya sebagai awal pertama anugrah yang diberikan atas jasanya pada Y.M.Mazu setelah Mazu menjadi Dewi.
- Pada tahun 1281, kaisar Yuan Shizu menganugrahi gelar Anumerta “Huguo Mingzhu Tianji” (Ratu Langit Pelindung Negara).
- Pada tahun 1372, kaisar Ming Taizu menganugrahi Y.M.Mazu dengan gelar Anumerta “Zhao Xiao Cun Zheng Fuji Ganyin Shengji” (Ratu Suci).
- Usaha pelayaran pada dinasti Ming sangatlah maju, kisah kasim Sanbao Zheng He tujuh kali mengarungi Samudra Barat adalah sebuah perjalanan akbar yang tiada tandingannya dan terkenal di seantero dunia. Laksamana Zheng He banyak sekali mengatakan bahwa mereka sering kali mendapat pertolongan dari Y.M.Mazu ketika mendapat kesulitan di laut, berkat perlindungan Y.M.Mazu lah mereka selamat. Karena itu, kaisar Yongle telah menulis sendiri sebuah prasasti dengan judul “Hong Ren Puji Tianhui Gong” untuk tempat ibadah “Hong Ren Puji Tianhui Gong” di Nanjing untuk memuliakan dan memuji amal perbuatan kebajikan Y.M.Mazu.
- Pada tahun 1409, kaisar Ming Chengzu menganugrahi Y.M.Mazu dengan gelar Anumerta “Huguo Pimin Miaoling Zhaoyin Hongren Puji Tianhou” (Ratu Langit).
- Gelar ini yang membuat Tiongkok/umat Y.M.Mazu menyebut tempat ibadah Y.M.Mazu sebagai Tianhou Gong.
- Pada tahun 1604, kaisar Ming Yizong (Chongzhen) menganugrahi M.Mazu dengan gelar Anumerta “Tianxian Shengmu Qingling Puhua Bixia Yuanjun”.
- Pada tahun 1684, kaisar Kangxi dari dinasti Qing menganugrnahi Y.M.Mazu dengan gelar Anumerta “Huguo Pimin Zhaoling Xianyin Renci Tianhou” (Ratu Langit).
- Kaisar Yongzheng dari dinasti Qing menganugrahi Y.M.Mazu dengan gelar Anumerta tertinggi selama 7-800 tahun dengan gelar “Tian Shang Sheng Mu” (Bunda Suci Langit).
- Pada tahun 1929, pemerintah Republik Tiongkok menyebut Y.M.Mazu sebagai Lin Xiaonü (Putri Bakti Lin).
- Pemerintah R.R.T. pun menggelari Y.M.Mazu sebagiai “Haixia Heping Nuusheng” (Dewi Perdamaian Selat Taiwan)
- Gelar ini diberikan karena Y.M.Mazu telah berjasa menjembatani perdamaian antara daratan Tiongkok dan Taiwan yang berseteru, karena rakyat diantara Selat Taiwan itu mempunyai umat pemuja Dewi Mazu yang amat banyak, melalui Y.M.Mazu, umat kedua wilayah itu bersatu dalam satu keyakinan dan budaya, sangat baik bagi usaha mempersatukan Taiwan dan daratan Tiongkok bergabung kembali sebagai sebuah Negara yang utuh secara damai tanpa melalui perang yang menghancurkan.
- Orang luar negeri menyebut Y.M.Mazu sebagai “Zhongguo Nuu Haisheng” (Dewi Bahari Tiongkok).
Dalam perjalanan sejarah Tiongkok dari dinasti Song s/d dinasti Qing selama 7-800 tahunan, Y.M.Mazu telah memperoleh penganugrahan gelar Anumerta sebanyak kurang lebih 40 kali yang berupa tulisan kaligrafi yang diukir di atas papan horizontal maupun pahatan di atas prasasti, kalau dikumpulkan sebanyak 60 karakter panjangnya. Semua gelar Anumerta di atas adalah penghargaan atas jasa-jasa amal perbuatan Dewi Mazu dalam menolong umat manusia dalam kesulitan di dunia.
.
ASAL MUASAL DATANGNYA DEWI BAHARI
Perlu diketahui, penampakkan diri Dewi Mazu dan kesaksian tentang kemukjizatanNya di laut sangat berkaitan erat dengan pelayaran zaman dahulu kala.
Ketika dinasti Song Selatan beribukotakan Lin An (Kini Hangzhou) merupakan kota pesisir laut, dari kota-kota pesisir Selatan Tiongkok dikirim ke utara bahan pangan dan barang-barang lainnya ke Lin An melalui transportasi laut.
Pada dinasti Yuan, bahan pangan Selatan di kirim ke utara dalam sejarah disebut “Caoyun”, kebanyakan juga melalui jalur air. Pada kondisi saat itu, transportasi jalur laut sangatlah rawan dan berbahaya, baik musibah alam berupa badai topan maupun ulah manusia berupa perompakan. Pepatah mengatakan: “Cuaca langit tak dapat diduga.” Keselamatan sangat tidak terjamin, pelaut yang terkubur dalam perut ikan tak terhitung dan adalah hal yang biasa terjadi. Demi menenangkan hati baik Kaisar (Negara) maupun rakyat sangat membutuhkan seorang Shengming (Shengbeng)/Dewa Pelindung laut sebagai sandaran harapan, maka Tianhou/Y.M.Mazu adalah pilihan yang tepat.
Dengan demikian, kota-kota di sepanjang pesisir pantai Tiongkok yang berhubungan dengan “Caoyun”, perniagaan dan usaha perikanan seperti kota-kota: Tianjin, Yantai, Yangzhou, Hangzhou, Pingjiang, Zhoujin, Quanzhou, Fuzhou, Xinghua dan lain-lain kota semua mendirikan klenteng Y.M.Mazu/Tianhou Gong, klenteng-klenteng ini ada yang didirikan atas inisiatif rakyat setempat yang merasa membutuhkan perlindungan Y.M.Mazu, ada pula atas perintah/titah Kaisar dan dibiayai pemerintah kerajaan. Yang dari rakyat biasanya dimulai dari bangunan sederhana yang lama kelamaan diperindah dan perluas oleh umatnya yang merasa terberkati dan yang di bangun atas titah Kaisar biasanya sudah megah sejak pembangunan, biasanya juga disertai dengan titah gelar Anumerta kepada Y.M.Mazu atas jasa-jasa baktinya kepada bangsa dan Negara.
Bagi seseorang yang hendak bepergian dengan berlayar baik untuk keperluan menangkap ikan (nelayan), berdagang atau sekadar pesiar, sebelum berangkat pastilah mereka akan bersembahyang ke klenteng Y.M.Mazu untuk memohon perlindunganNya agar dapat pergi dan pulang dengan selamat.
.
PERKEMBANGAN KEYAKINAN DAN BUDAYA MAZU
Seiring dengan pesatnya perkembangan dan remigrasi dunia, para etnis Tionghoa pun banyak yang merantau mengadu nasib hijrah ke luar negeri, Ketika mereka meninggalkan tanah kelahirannya, mereka pun membawa serta para Shengming pujaan kampungnya, begitu pula Y.M.Mazu pun ikut para perantau itu “hijrah” keluar negeri, pada mulanya hanya diletakkan dirumah masing-masing, lama-lama umat membangunkan tempat ibadah untuk umum, dan mendapatkan tempat dihati pemeluknya, bahkan berkembang sangat berjaya…
Sekarang Y.M.Mazu/Tianhou Niang-niang sudah menjadi Shengming utama yang dipuja dan dianut oleh rakyat Tiongkok yang berada disepanjang pantai daratan Tiongkok, Y.M.Mazu selalu dijajarkan satu altar dengan Dewi Guanyin, hampir boleh dikatakan kita akan selalu menemukan klenteng Y.M.Mazu di mana-mana, ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan Y.M.Mazu di mata rakyat Tiongkok dan boleh dikatakan di mancanegara bahwa dimana ada etnis Tionghoa, maka disitu pasti ada tempat ibadah yang menempatkan para Shengmingnya kaum Tionghoa dan di mana ada kota pesisir, pastilah di situ ada klenteng Y.M.Mazu. Bahkan orang Jepang yang bukan etnis Tionghoa pun ada yang memuja Y.M.Mazu. Di seluruh dunia umat penganut Y.M.Mazu ada miliaran jumlahnya, dan terdapat lebih dari 3000 buah klenteng Y.M.Mazu di seluruh dunia,terlebih lagi di wilayah Asia Tenggara seperti: Malaysia, Singapura dan Indonesia, bahkan berkembang sangat pesat…
Keyakinan agama yang disalurkan melalui perantara para Shengming kepada Tuhan Y.M.E., rasa-rasanya hanyalah milik bangsa/etnis Tionghoa saja, dimana nenek moyang etnis Tionghoa meletakkan Tuhan di atas segalanya dan Tuhan hanya boleh dipuja-puji, tapi tidak boleh diusik, karenanya manusia hanya bisa berdo’a dan memohon maupun berkeluh kesah/mengadu melalui para Shengming yang nanti oleh para Shengming diteruskan pada Tuhan Y.M.E., karena terlalu kecil Tuhan mendengarkan aduan manusia yang terkadang sepele. Itulah munculnya para Shengming melalui kecerdasan dan kearif bijaksanaan para leluhur etnis Tionghoa yang cemerlang, dan keyakinan pada para Shengming tak legam oleh berjalannya waktu, teruji oleh sejarah lebih dari 5000 tahunan nyatanya masih eksis dan relevan bagi para pemeluknya, tidak saja oleh kaum tua-tua saja bahkan diikuti oleh kaum muda bahkan anak-anak…
.
DI INDONESIA
Keyakinan dan budaya para Shengming saat ini sangat berkembang di Indonesia, kita dapat menyaksikan kegiatannya pada saat tanggal 1 dan tanggal 15 kalender Lunar dimana para umat mendatangi tempat ibadah Tridharma (T.I.T.D.) untuk sembahyang, pada hari-hari raya HUT nya para Shengming selalu dirayakan dengan meriah, antar TITD saling bertandang mengeratkan hubungan antar TITD dan umat dengan mengadakan upacara ritual seperti: Reuni para Shengming, mengadakan ritual Kirab tunggal para Shengming yang berada di TITD itu sendiri atau mengundang para Shengming dari sesama TITD untuk kirab bersama-sama.
Ada orang bilang kegiatan semacam ini adalah pemborosan yang tak ada gunanya, tapi sebetulnya orang yang berkomentar demikian itu tidak mengerti bahwa kirab para Shengmig itu tak ubahnya seperti ruatan bumi bagi pemeluk agama lain, penuh bermakna, umat Tridharma berdo’a untuk semua makhluk di dunia, agar terhindar dari mara bahaya, negara makmur rakyat sejahtera. Ke semua ini telah bersatu membaur dengan budaya lokal membentuk sebuah budaya yang mengagumkan dan menjadi kebanggaan etnis Tionghoa pemeluk agama Tridharma yang menyatukan ajaran-ajaran Tao, Budha dan Kong Fuzi dalam Three in One. Itulah ajaran yang mengalir di dalam darah etnis Tionghoa, sebuah ide brilian dari para leluhur etnis Tionghoa pada ±2500 tahun yang lalu, di mana mereka menyerap ajaran yang baik dari agama Budha, tetapi tidak membuang / melepas ajaran Agama Tao dan Filsafat Agung dari Guru Besar kita Kong Fuzi dalam keyakinan, ketiga ajaran ini berpadu menjadi satu saling mengisi yang di Indonesia dikenal dengan “Tridharma” menjadi mercusuar jalan kehidupan para umatnya yang percaya…
Dalam kirab yang tampak hingar bingar karena diiringi dengan tetabuhan dan tarian Liong dan barongsai itu, sebetulnya syarat dengan simbolis dan tersimpan makna yang mulia dan menjadi kebanggaan umatnya (terbukti dengan betapa antusiasnya kaum muda yang selalu mengikutinya), bahkan penduduk setempat pun menikmatinya, diikuti pula oleh semarak kesenian lokal, menjadikan sebuah perayaan bukan saja milik etnis Tionghoa semata, tapi ber artikurasi menjadi perayaan bangsa…
Perkembangan keyakinan dan budaya Mazu ini di Indonesia sejak lama sudah berkembang pesat. Dapat dibuktikan dengan otentik jejak sejarahnya sampai ke 865 tahun yang lalu. Kita dapat menemukan sebuah tempat ibadah yang induk bangunannya kecil mungil, unik dan asri di pesisir kota bernama Gresik di Jawa Timur. TITD tersebut bernama “Kiem HIen Kiong” Di kota santri (Islam) itu sudah ada jejak Y.M.Mazu “menetap” di kota Gresik sejak tahun 1153. Sungguh menakjubkan. Klenteng ini kini sudah berkembang beberapa kali lipat luasnya dari bangunan induk, dan bangunan induk yang kecil mungil, unik dan asri itu masih terawatt dengan baik sekali…..
Menurut penelusuran yang diadakan, di Jawa Timur saja terdapat 13 buah TITD yang tuan rumahnya adalah Y.M.Mazu / Tian Shang Shengmu / Tianhou Niangniang.
Kami berusaha mencatat kota dan nama TITD yang ada. Namun dengan keterbatasan info data, kami tidak yakin semuanya tercatat.
Berikut di bawah ini adalah TITD Y.M.Mazu di Indonesia:
1. TITD Kiem Hien Kiong Jl. Dr. Setia Budhi IV / 58 Gresik, jawa-Timur Berdiri sejak tahun 11532. TITD Sukhaloka Jl.Coklat, Surabaya – jawa-Timur 3. TITD Tjong Hok Kiong 4. TITD Tjoe An Kiong 5. TITD Tjoe Tek Kiong 6. TITI Hok Sian Kiong 7. TITD Hok Liong Kiong 8. TITD Tjoe Hwie Kiong 9. TITD Tjoe Tek Kiong 10. TITD Hwie Eng Kiong 11.TITD Pao Sian Lin Kiong 12.TITD Tjoe Ling Kiong 13. TITD Makco 14. TITD Cu An Kiong 15. TITD Vihara Dewi Samudera 16. TITD Cao Fuk Miao 17. TITD Vihara Bodhisatwa 18. TITD Vihara Mak Co Po 19. TITD Ban Hin Kiong |
Sumber data terselesainya tulisan ini:
- Hua Xia Zhu Sheng karya Tian Shu Zhong.
- Tu Shuo Zhongguo San Bai Sheng karya Tian Shu Zhong.
- He Pung Nuu Sheng karya Ma Zur.
- Buku pelajaran Bahasa Mandarin tingkat SMA dari Taiwan.
- Mendengar dongeng ibu di saat remaja.
- Zhongguo Shengming baike baodian karya Um Jun Yuan.