Pengertian tentang Tuhan di dalam Pemujaan Kelenteng (Bagian 3)

Pengertian tentang Tuhan di dalam Pemujaan Kelenteng (Bagian 3)

Pengertian tentang Tuhan di dalam Pemujaan Kelenteng
(Bagian 3)

Setelah membaca tentang Pengertian tentang Tuhan di dalam Pemujaan Kelenteng (Bagian 1) dan Pengertian tentang Tuhan di dalam Pemujaan Kelenteng (Bagian 2) , marilah sekarang kita lanjut pembahasan pengertian tentang Tuhan di dalam pemujaan kelenteng.

Yu Huang Da Di bukan Tuhan Yang Maha Kuasa

Umumnya apabila orang menyebut Shang-di atau Tian-gong, mereka mengacu pada satu nama yaitu Yu Huang Shang Di (Giok Hong Siang Te — Hokkian) yang dianggap sebagai Tuhan sebagaimana halnya orang Israel menyebut Yehowa. Yu Huang Shang Di ini bertahta di langit tingkat ke 33 di sebuah istana yang disebut “Ling Xiao Bao Tian yang berarti “Istana halimun mujijat”. Biasanya di dalam kelenteng, tidak terdapat gambar atau area pemujaan Yu Huang Shang Di, untuk bersembahyang padanya cukup disediakan sebuah pedupaan besar yang terletak di depan ruang utama. Pedupaan ini dinamakan “TianGong-lu”. Pada waktu bersembahyang. mula-mula kita harus membakar dupa dan menancapkan di tempat itu terlebih dahulu sebelum bersembahyang di tempat lain. Ini mempunyai maksud untuk mohon perkenan Tian agar diijinkan menemui pembantunya yang berada di kelenteng tersebut untuk suatu urusan.

Tapi ada pula kelenteng yang khusus memuja Yu Huang Da Di, menampilkannya dengan wujud seorang kaisar yang berpakaian kuno, tangannya rnemegang sebilah “hu” (bilah dari gading atau sejenisnya yang digunakan oleh menteri-menteri jaman kuno untuk menghadiri sidang kerajaan). Timbul suatu pertanyaan, mengapa Yu Huang Shang Di digambarkan dengan membawa “hu”? Padahal “hu” hanya dibawa oleh para menteri pada saat menghadap Kaisar. Apakah ini tidak berarti bahwa sebetulnya Yu Huang masih mempunyai atasan lagi, kepada siapa ia menghadap? Apakah masih ada Shang Di lain yang menjadi atasannya? Hal ini memang sangat menggelitik untuk diteliti.

Di kalangan rakyat, tidak pelak lagi Yu Huang Shang Di lah yang dianggap penguasa tertinggi alam semesta ini. Menurut E.T.C. Werner dalam “Myths and legends of China”, pemujaan Yu Huang baru dimulai pada jaman Kaisar Zhen-zong dari Dinasti Song (10°5 M). Tapi apabila kita menengok dalam kisah yang dianggap sebagai riwayat Yu Huang Shang Di, kita akan memperoleh bukti bahwa sesungguhnya Yu Huang Shang Di diangkat dari kalangan manusia, yang karena mempunyai perilaku sangat luhur lalu ditempatkan pada kedudukan yang sekarang. Dalam kisah dikatakan bahwa ia adalah seorang Pangeran dari negeri yang disebut Guang Yang Miao Luo Guo yang kemudian meninggalkan tahta kerajaan dan menjadi pertapa di gunung Pu Ming Shan sampai memperoleh kesempurnaan. Di dalam kitab suci “Yu Huang dan Di Mu” (Giok Hong dan Te Bo – Hokkian) disebutkan: Tai-ji (Thay-kek — Hokkian) atau Maha-ada sebagai permulaan langit dan bumi; Wu-ji (Bu-kek – Hokkian) atau Maha-kosong sebagai penghabisannya langit dan bumi. Tai-ji dan Wuji sama-sama diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, merupakan masa yang tidak selalu kekal. Timbulnya Wu-ji berarti musnahnya Tai-ji, sedangkan timbulnya Tai-ji berarti musnahnya Wu-ji.

Langit bumi adalah unsur mewujudkan Alam-semesta. dan merupakan pokok penciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa pada Tai-ji Maha-ada. Sebelum menciptakan Langit dan bumi. Tuhan Yang Maha Kuasa terutama menciptakan Dewa Penguasa atas Langit dan bumi, sebagai Pengemban tugas besar Alam-semesta dalam mewujudkan Sarwa Alam Sempurna. Dalam hal ini Yu Huang adalah sebagai Dewa Yang Maha Agung Penguasa Langit dan dipuja sebagai Tiangong atau Bapak Langit.

Dalam kitab suci “Shen Yan Jue” (yaitu kitab doa untuk memuji Yu Huang) juga disebutkan bahwa Yu Huang diangkat menjadi Penguasa Langit setelah semasa hidupnya mengorbankan diri untuk menyelamatkan manusia dari bencana banjir yang dahsyat. Dari kedua kitab suci ini, jelas bahwa sesungguhnya Yu Huang diangkat dari kalangan manusia karena pribadinya yang luhur. Ia adalah Dewata tertinggi sebagai Pelaksana pemerintahan alam semesta, dan mewakili Tuhan dalam memerintah Semesta alam. Sebab itu ia ditampilkan dengan memegang “hu”, yang digunakan dalam upacara menghadap atasannva yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa.

 

Sumber: Buku Dewa-Dewi Kelenteng, Yayasan Kelenteng Sampookong, Gedung Batu – Semarang, 1990