Pattidana vs Persembahyangan Tridharma
Pattidana vs Persembahyangan Tridharma (?)
Oleh Yasa Singgih
Belakangan ini marak kita lihat di kalangan Buddhis gemar melaksanakan Pattidana alias pelimpahan jasa bagi seluruh makhluk agar hidup berbahagia. Dari sudut pandang Tridharma, tentu Pattidana sah sah saja dan baik untuk dilaksanakan. Namun yang menjadi persoalan adalah ada beberapa pihak yang mengatakan, “Sembahyang meja abu pas Sincia, Ceng Beng & Cit Gwee ngga perlu dilaksanakan lagi. Bisa digantikan dengan pattidana aja kok…” Pernyataan ini SALAH TOTAL. Persembahyangan meja abu yang dilaksanakan umat Tridharma disaat Sincia, Ceng Beng & Cit Gwee tidak bisa digantikan dengan pattidana.
Walaupun makna pattidana bagus, namun pattidana tidak bisa menggantikan makna besar persembahyangan Tridharma. Makna pattidana adalah memberikan pelimpahan jasa kepada para makhluk, boleh dimana saja dan boleh kapan saja. Pattidana boleh dilaksanakan hari ini, besok, 1 Januari, 14 Februari, 10 November atau 25 Desember, sah sah saja. Tidak perlu momen khusus. Berbeda dengan persembahyangan meja abu umat Tridharma pada saat Sincia, Ceng Beng & Cit Gwee, semua sudah ada penanggalan khususnya.
Nabi bersabda, “Kalau aku tidak ikut sembahyang sendiri, aku tidak merasa sudah sembahyang” Sabda Suci Jilid III Pat Iet 12
Persembahyangan meja abu Tridharma jelas tidak bisa digantikan dengan pattidana. Persembahyangan harus dilakukan di depan meja abu, dengan persembahan yang memiliki banyak simbol sarat makna & tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. Selain itu ada makna sosial lain dari persembahyangan Tridharma yaitu sanak keluarga yang jauh jauh sekalipun berkumpul dan makan bersama. Karena makan dan makanan adalah budaya special bagi orang Tionghoa. Memberikan persembahan makanan bukan untuk dimakan oleh leluhur, kita memberikan makanan favorit leluhur untuk mengenang jasa baik & sifat luhur para leluhur kita lewat makanannya. Persembahan Samseng (Ikan bandeng, Babi & Ayam) pun memiliki makna perlambangan dari air, tanah & udara. Saat sembahyang meja abu kita umat Tridharma sedang menata alam semesta. Pun persembahan tidak perlu mewah, kalau tidak mampu membeli persembahan maka yang sederhana pun tidak masalah. Arti persembahan hanyalah simbol agar memudahkan manusia dalam mendapatkan makna sembahyang.
“Semua persembahan itu untuk menunjukkan puncak rasa hormat. Akan rasanya tidak diutamakan, yang penting ialah semangatnya” Lee Ki – Kau Tik Sing
“Di dalam upacara, daripada mewah menyolok, lebih baik sederhana. Di dalam upacara duka, daripada meributkan perlengkapan upacara, lebih baik ada rasa sedih yang benar” Sabda Suci Jilid III Pat Iet 4
Lalu misalnya, Ceng Beng sebagai anak cucu kita wajib berziarah ke kuburan & ini tidak bisa digantikan hanya dengan pattidana. Persembahyangan umat Tridharma lebih DIKHUSUSKAN untuk para leluhur, dan ini hanya bisa dilakukan oleh anak cucu sendiri, tidak bisa diwakilkan. Segala ritual persembahyangan memiliki makna yang besar, alangkah sangat baik jika kita terus melestarikannya.
Nabi bersabda, “Sungguh besar laku bakti Sun. Kebajikannya sebagai Nabi, keagungannya sebagai raja, kekayaannya meliputi empat samudera, Bio (Kuil) LELUHURNYA TETAP DIPUJA dan terpeliharalah anak-cucunya” Tengah Sempurna BAB XVI 1
“Dengan deimkian dapat memberii kedudukan kepada leluhur dan menjalankan upacara. Kemudian ditabuh music leluhur dan menghormati yang diagungkan oleh leluhur, melayani kepada yang telah mangkat sebagai melayani yang masih hidup, melayani kepada yang sudah tiada sebagai melayani kepada yang masih ada. Demikianlah laku bakti yang sempurna” Tengah Sempurna BAB XVIII 5
Jadi, bagi kita umat Tridharma berpattidana sah sah saja dan sangat baik jika dilakukan. Namun hendaknya kita mengerti bahwa pattidana TIDAK BISA menggantikan persembahyangan Tridharma. Sembahyang meja abu ala Tridharma harus tetap dilaksanakan.