Kelenteng Dewi Welas Asih Cirebon – Saksi Kerukunan Masyarakat Cirebon

Vihara Dewi Welas Asih menjadi salah satu bukti penguat peristiwa masa lampau. Dewi Welas Asih biasa disebut juga dengan Dewi Kwan Im. Tempat ini berlokasi di Jalan Kantor No.2, Kampung Kamiran, Kelurahan Panjunan, dan Kecamatan Lemah Wungkuk. Lokasi klenteng ini bersebelahan dengan bangunan kuno bekas gedung Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij, kini menjadi Bank Mandiri.

Awalnya vihara ini bernama Tiau Kak Sie. Tiau artinya air naik atau pasang kemudian Kak artinya bangun dari tidur, membangunkan atau membawa kepada akal yang benar dan Sie artinya rumah orang beribadat (tempat bertapa). Dengan demikian vihara ini bermakna tempat yang dibangunkan oleh air pasang dan bisa juga berarti tempat akal bertambah.

Memiliki lahan seluas 1.857 m2 dan bangunan utama seluas 1.600 m2. Arah hadap bangunan ke arah selatan dan terbagi menjadi halaman pertama, kedua, bangunan utama, dan bangunan sayap. Bagian depan halaman pertama dibatasi dengan pagar dan gapura berbentuk bentar. Sedangkan pagar sebelah barat dan timur dari tembok. Di halaman kedua terdapat bangunan Pat Kwa Ceng (tempat peristirahatan), tempat Cetya Darma Rakhita (tempat ibadat umat Budha), terdapat dua tempat pembakaran kertas dan dua singa di halaman depan.

Sedangkan bangunan utama terdiri atas serambi dan ruang utama. Pada dinding kiri dan kanan terdapat hiasan gambar yang menceritakan bakti seorang anak kepada orang tua, pengadilan, dan penyiksaan terhadap orang-orang yang berdosa. Ditiap-tiap dinding bagian depan ditempel tulisan yang menyebutkan nama penyumbang serta jumlahnya dan tahun pemugaran.

Sebuah papan yang bertuliskan huruf Cina ditempelkan pada tiang pendukung atap berwarna merah yang terdiri atas empat buah dan berbentuk segi empat. Bagian atapnya terbuat dari genteng berbentuk pelana, dihiasi bunga, burung, dan daun-daunan. Pada ruang utama bagian depan terdapat altar Dewi Tie Kong, tempat abu, tempat lilin, dan tergantung dua lonceng.

Pada ruangan bagian tengah terdapat altar untuk Dewa Hok Tek Ceng Sing (dewa bumi ), altar untuk Dewa Seng Hong Yah (Dewa Akhirat/Hukum), tempat abu, dua pembakaran kertas dan dua gentong abu.

Ruang suci utama memiliki enam tiang yaitu dua tiang bulat warna merah bergambar naga dan empat tiang bulat merah polos. Dewa-dewa yang dipuja diletakan di dalam ruangan terbuat dari kayu dan terletak di atas pondasi. Dewa utama adalah Kwam Im Pou Sat dengan pengiringnya, Dewa Thian Siang Seng Bo (dewa laut/ Pelayaran) berserta pengiringnya dan Dewa Kwam Te Kun (dewa perang). Di depan masing-masing dewa terdapat meja altar dan di atasnya terdapat tempat abu dan lilin.

Pada bangunan sayap sebelah timur terdapat altar Dewa Lak Kwam Yah (dewa dagang) , altar dewa Couw Su Kong (dewa dapur), altar dewa Hian Thian Siang Tie dan pengiringnya, Dewa Sam ong Hu dan Kong Tik Coen Ong, gudang, dua ruang kosong dan aula yang dipergunakan untuk ibadat agama Buddha Mahayana. Di depan gudang terdapat jangkar yang diduga dibawa oleh orang tiongkok yang datang dengan naik kapal.

Bangunan sayap belakang terdiri atas tempat air untuk bersuci, gudang, ruang perpustakaan, altar Hian Thian Siang Tie (Dewa langit), altar Tjin Fu Su (Kumpulan dewa-dewa) dan kantor sekretariat. Sementara bangunan sayap sebelah barat merupakan ruangan untuk belajar kitab agama Buddha. Di bangunan sayap ini memiliki pintu di depan (selatan) yang merupakan pintu samping di sebelah barat bangunan utama. Khusus untuk bangunan sayap belakang, altar Hian Thian Siang Tie (dewa langit) mempunyai atap tersendiri, berbentuk pelana, penutup atap dari genting. Ujung bubungan atap berbentuk lengkung ke atas.

Tidak adanya naskah atau tulisan yang menyebutkan kapan berdirinya vihara ini, sehingga sulit untuk ditelusuri. Hanya saja di papan kecil yang memuat pepatah atau peribahasa sebagai penghormatan kepada dewa-dewa tertera angka 1658 M  di sebelah kiri. Selain itu tulisan di ruang utama menyebutkan bahwa Taan Kok Liong, Khang Li, dan Liem Tsiok Tiong pada tahun 1658 M memberikan sumbangan. Disebutkan juga bahwa Khang Li adalah Maharaja Tiong Hwa yang memerintah di wilayah Tiongkok pada masa Lodewijk XIV. Selain itu dituliskan pula tentang pemugaran bangunan di bagian ruang utama, yaitu tahun 1791, 1829, dan 1889 tetapi tanpa merubah bentuk aslinya.

Sekarang tempat ini dikelola oleh Yayasan Tunas Darma. Selain itu tempat ini telah ditetapkan menjadi Benda Cagar Budaya (BCB) dengan Surat Keputusan Walikota Cirebon Nomor 19 Tahun 2001 tentang Perlindungan dan Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Cirebon.

Sumber: https://sportourism.id/history/vihara-dewi-welas-asih-saksi-kerukunan-masyarakat-cirebon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *