Hari Chóngyáng 重阳节(Chóngyáng Jié)

Hari Chóngyáng 重阳节(Chóngyáng Jié)
(Oleh: Flora Tan)

Hari Minggu ini 25 Oktober 2020 adalah hari Chóngyáng. Festival Chóngyáng diperingati setiap bulan 9 tanggal 9 penanggalan lunar. Dinamakan 重阳 Chóngyáng karena 重Chóng artinya mengulang atau double sementara menurut Kitab YìJīng 易经, angka 9 adalah angka 阳 Yáng jadi disebut 重九 Chóngjiǔ (Double 9) atau 重阳 Chóngyáng (Double Yang)

Ada mitos yang mengatakan saat Chóngyáng jangan mengucapkan Chóngyángjié kuàilè 重阳节快乐 (Selamat Hari Chóngyáng) karena ada yang beranggapan Chóngyáng hari sial sehingga aktivitas2 yang dilakukan adalah upaya menghindari kesialan. Jadi lebih disarankan mengucapkan Chóngyángjié Shēntǐ jiànkāng 重阳节身体健康 semoga sehat selalu atau Chóngyángjié Quánjiā Píng’ān 重阳节家平安 semoga selamat seluruh keluarga.

Sesuai tradisi, aktivitas2 yang umumnya dilakukan antara lain :

– Hari Menghormati Orangtua (Jìnglǎojié 敬老节 / Hari Lansia LǎoNiánjié 老年节), Melakukan Persembahyangan Leluhur

Sebagai angka tertinggi, angka 9 ganda pada jiǔjiǔ 九九 memiliki persamaan bunyi dengan jiǔjiǔ 久久 yang artinya berlangsung lama, awet, panjang umur maka pada hari ini juga terdapat tradisi untuk berterima kasih dan menghormat kepada orangtua sambil berharap agar orangtua panjang umur dan sehat. Selain itu dilakukan juga persembahyangan leluhur, membersihkan makam dan memberikan sesajian. Jadi 4 Festival besar orang Tionghoa dalam menghormat leluhur yaitu Malam Tahun Baru Imlek 除夕Chúxī,  清明节 Qīngmíngjié, Bulan 7 Imlek, dan saat Festival Chóngyáng.

– Hari Naik Gunung / Dataran Tinggi (DēngGāoJié 登高节)

Festival Chóngyáng adalah waktu ketika energi (Qi) jernih naik dan energi (Qi) keruh tenggelam. Semakin tinggi dataran, semakin banyak energi jernih berkumpul, jadi berjalan2 menikmati pemandangan musim gugur, naik ke tempat tinggi untuk menikmati energi (Qi) jernih sepuasnya menjadi suatu kebiasaan rakyat pada umumnya. Di zaman kuno, pemujaan orang terhadap gunung membentuk kebiasaan mendaki untuk mencari berkah dan menghindari bencana. Selain gunung, kegiatan naik ke tempat tinggi bisa juga dilakukan di gedung atau bangunan tinggi.

– Hari Bunga Chrysanthemum Dan Minum Arak Chrysanthemum (JúHuāJié 菊花节)

Bunga chrysant dianggap sebagai lambang panjang umur. Pada hari Chongyang terdapat tradisi minum arak Chrysanthemum 菊花酒 yang terbuat dari bunga Chrysant, ketan, ragi arak sebagai minuman keberuntungan, penolak kesialan, simbol vitalitas hidup yang diyakini memiliki khasiat obat untuk menerangkan mata dan menyegarkan pikiran. Jiǔ酒 pada arak memiliki persamaan bunyi dengan Jiǔ 久 sehingga melambangkan panjang umur. Untuk menambah khasiat, arak Chrysant ini ditambahkan bahan2 herbal lain seperti dìhuáng 地黄, dāngguī 当归, gǒuqǐ 枸杞 atau yang sering disebut Goji Berry

– Hari ZhūYú (Zhūyújié 茱萸节)

Zhūyú (Cornus Officinalis / Cornelian Cherry) adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dengan bentuk buah seperti cherry kecil merah. Tradisi memakai atau menyematkan zhūyú sudah tidak populer pada zaman sekarang. Di masa lampau orang menyematkan zhūyú karena diyakini sebagai proteksi yang bisa menangkal energi negatif karena bulan 9 tanggal 9 dianggap sebagai hari naas. Mereka menyematkan zhūyú pada rambut atau ditaruh di kantong kain dan menggantungnya di lengan

– Makan Kue Chóngyáng 重阳糕

Di tempat2 yang tidak ada gunungnya, orang2 tidak bisa naik ke dataran tinggi saat Chóngyáng, sebagai gantinya mereka makan kue Chóngyáng. Naik dataran tinggi 登高 dēnggāo memiliki persamaan bunyi dengan 糕 gāo pada kue, maknanya adalah 步步高升bùbùgāoshēng yaitu kehidupan yang terus menanjak ke atas tahap demi tahap.

Kue Chóngyáng terbuat dari tepung beras,  tepung ketan, tepung kedelai, angco, chestnut lakci, almond, kacang2an, gula dan buah2an kering lainnya dikukus. Kue ini dibuat 9 tingkat seperti pagoda, di atas kue dibuat hiasan 2 ekor domba kecil yang terbuat dari adonan tepung. 2 Domba chóngyáng 重羊 memiliki persamaan bunyi dengan hari Chóngyáng 重阳. Ada juga yang menaruh bendera kertas merah di atas kue melambangkan Zhūyú 茱萸 (Cornus Officinalis) dan menyalakan api lilin

– Makan Kue Lapis 9 Tingkat (Orang Hakka)

Selain saat tahun baru Tionghoa, orang Hakka juga menyiapkan kue lapis 9 tingkat saat hari Chóngyáng karena angka 9 dianggap sebagai angka tertinggi dan juga dibikin bertumpuk antara lapisan satu dengan lainnya sehingga menyimbolkan makna 步步高升 bùbùgāoshēng yaitu kehidupan yang selalu mengalami kenaikan tahap demi tahap, dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi dan bertambah kaya. Kue 9 Lapis dalam bahasa mandarin adalah 九层糕 Jiǔ céng gāo, jiǔ pada angka 9 memiliki persamaan bunyi dengan jiǔ pada cháng cháng jiǔ jiǔ 长长久久 yang menjadi suatu pengharapan agar panjang umur.

– Menerbangkan Layang – Layang

Selain faktor iklim, cuaca yang baik saat Chóngyáng, alasan lain orang menerbangkan layang2 saat Chóngyáng karena didasari kepercayaan. Di beberapa tempat, menerbangkan layang2 diyakini sebagai upaya mengusir kesialan. Semakin jauh layang2 terbang berarti semakin jauh kesialan pergi bahkan ada orang yang saat menerbangkan layang2 membakar putus benangnya agar layang2nya hilang tak berjejak. Tapi ada juga versi yang menyatakan bahwa menerbangkan layang2 sama juga menerbangkan keberuntungan. Makin tinggi layang2 terbang, makin bagus pula keberuntungannya dan dalam menerbangkan layang2, dengan cara apapun harus menjaga benangnya jangan sampai putus karena orang2 menganggap kalau sampai benangnya putus, maka keberuntungan juga terbang melayang jauh

Sejarah Dan Perkembangan

Festival Chóngyáng memiliki sejarah lebih dari 2000 tahun bermula dari pemujaan terhadap langit yang berkembang sejak jaman kuno saat Dinasti Han Barat dan mencapai puncak kejayaannya sejak Dinasti Tang. Catatan paling awal terdapat pada Lǚshì Chūnqiū Jìqiūjì 吕氏春秋·季秋纪 yang mencatat orang pada zaman kuno saat panen di bulan 9 melakukan sembahyang kepada Tuhan dan Leluhur. Inilah bentuk awal tradisi sembahyang Festival Chóngyáng. Festival Chongyang menjadi populer saat Dinasti Han, Xījīng Zájì西京杂记 mencatat kebiasaan yang dilakukan pada bulan 9 tanggal 9 untuk berumur panjang yang diberitakan oleh pelayan Nyonya Qī 戚姬 (selir Kaisar Liu Bang Dinasti Han Barat) bernama Jiǎ PèiLán 贾佩兰 yaitu dengan memakai Zhūyú (Cornus Officinalis / Cornelian Cherry), makan kue, minum arak chrysant. Pada Periode Negara Berperang, perayaan ini hanya dirayakan kalangan Istana. Nama “Festival Chóngyáng” sendiri pertama kali muncul pada periode 3 Kerajaan. Sejak zaman Dinasti Wei dan Jin, suasana pesta menjadi lebih kuat dan muncullah catatan tertulis tentang tradisi menikmati bunga Chrysant dan minum arak yang ditulis dalam bentuk puisi dan dinyanyikan oleh para cendekia dan budayawan. Pada zaman Dinasty Tang, saat pemerintahan Kaisar Táng Dézōng

唐德宗, Chóngyáng diresmikan sebagai hari festival tradisi yang dirayakan bukan hanya oleh Istana tapi juga oleh rakyat. Tahun 1989, pemerintah Tiongkok menetapkannya sebagai Hari Lansia

Legenda

Legenda yang berkembang yaitu pada periode Dinasti Han Timur, di Sungai Ruhe terdapat makhluk penyebab wabah penyakit. Setiap makhluk tersebut muncul, di setiap keluarga pasti ada orang yang terkena penyakit bahkan tiap hari ada yang meninggal. Di kabupaten Runan ada seorang pemuda bernama Huán Jǐng 桓景 yang ayah ibunya meninggal karena wabah tersebut. Huán Jǐng juga terkena sakit, setelah ia sembuh dari sakitnya, ia berpamitan dengan keluarga dan orang2 kampung yang dituakan untuk berguru kepada Dewa demi membebaskan rakyat dari penderitaan.

Huánjǐng menempuh segala kesulitan dan bahaya hingga akhirnya bertemu Dewa sakti Fèi Cháng Fáng 费长房 di sebuah gunung di Tenggara. Dewa tersebut terharu melihat semangat Huán Jǐng yang rela berkorban demi menyelamatkan penduduk dari bahaya dan memutuskan untuk menerimanya sebagai murid, memberikannya sebilah pedang penakluk iblis dan mengajarinya ilmu pedang. Huán Jǐng giat berlatih siang malam hingga lupa tidur dan makan sampai ia menguasai ilmu yang luar biasa. Suatu hari Dewa memanggil Huán Jǐng dan berkata bahwa besok adalah bulan 9 tanggal 9, makhluk tersebut akan muncul kembali untuk berbuat kejahatan, saat itu kemampuan yang dipelajari Huán Jǐng sudah tercapai, sebaiknya kembali untuk menyelamatkan rakyat dari penderitaan. Dewa memberikan Huán Jǐng sekantong daun Zhūyú (Cornus Officinalis / Cornelian Cherry), sebotol arak bunga chrysant, dan memberikan rahasia pembasmi iblis. Huán Jǐng kembali ke kampungnya dengan menunggang bangau. Sesampainya di kampung halaman, pagi2 sekali bulan 9 tanggal 9, sesuai petunjuk Dewa menyuruh penduduk desa naik ke gunung terdekat, memberi mereka daun Zhūyú dan arak bunga chrysant. Siang hari angin besar mengamuk, suasana mencekam, terdengar suara makhluk mengaum keluar dari sungai Ruhe. Makhluk tersebut tiba2 mencium bau Zhūyú yang aneh dan aroma arak chrysant, wajahnya mendadak berubah, dia menggigil, tidak berani bergerak maju. Dengan segera Huán Jǐng mengambil pedang pembasmi iblis, bergegas turun gunung, bertarung dan berhasil menusuk makhluk itu sampai mati dan wabahpun lenyap. Sejak itulah orang2 menganggap naik ke tempat tinggi saat Chóngyáng sebagai aktivitas menghindari kesialan.

Sumber :

@Fanpage Putra Putri Hakka Jakarta, IG @pphjakarta, www.pphjakarta.org

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *