Sukacita Waisak bagi Semua Makhluk
Sukacita Waisak bagi Semua Makhluk
Oleh : Hendrik Tanuwidjaja
Alkisah tanda-tanda alam dari kelahiran dan parinirvana Buddha Sakyamuni terlihat hingga ke negeri Tiongkok. Tercatat pada masa Raja Zhuang dari Dinasti Zhou, malam tampak begitu terang hingga sang raja dengan menggunakan Yijing mengetahui bahwa ada manusia bercahaya emas (Buddha) lahir di sebelah Barat. Versi lain mengatakan bahwa kelahiran Buddha ditandai dengan gempa dan langit pancawarna yang disaksikan Raja Zhao dan Raja Mu di Tiongkok.
Nabi Khonghucu, yang mengetahui hal ini langsung berkata bahwa ada suciwan terlahir di Barat dan ini adalah Buddha, sebagaimana tercatat dalam kitab Liezi dan Guang Hongming Ji. Para pendiri agama Tao masa Han juga berkata bahwa Tao mewujudkan diri sebagai Buddha di India seiring dengan kisah perginya Laozi ke arah Barat. Maka dari itu momen kelahiran, pencerahan dan parinirvana Buddha adalah momen sukacita bagi segenap pemeluk spiritualitas Tionghoa, tidak hanya umat Buddha semata.
Menurut catatan Dinasti Han (Hou Hanshu) dan catatan Tiga Kerajaan Sam Kok (San Guozhi), umat Buddha di Tiongkok sudah lumrah merayakan kelahiran Buddha ini secara besar-besaran dengan memandikan rupangnya. Ini terus berlanjut hingga di mana kelahiran Buddha dirayakan dengan parade besar. Pada masa 16 kerajaan yaitu sekitar abad ke-4 M, tercatat Kaisar Tiongkok juga membuat altar kereta yang mana ukiran para dewa naganya dapat menyeburkan air seraya memandikan bayi Buddha. Warisan tradisi dari 2000 tahun lalu ini masih terjaga hingga sekarang.
Pemandian Rupang Buddha dalam Mahayana Tiongkok
“Hari ini kita memandikan Tathagata. Banyak sukacita muncul dari kebijaksanaan. Kita sudah lama terombang-ambing di ketiga alam. Sekarang kita melihat bahwa dunia yang beraneka ini adalah Dharmakaya.”
Thich Nhat Hanh
Lewat instruksi-Nya sendiri dalam Tathagata-pratibimba-pratisthanusamsa Sutra atau Sutra Pemandian Rupang Buddha, Buddha Sakyamuni berkata bahwa semua Buddha lahir, mencapai pencerahan sempurna dan parinirwana di tanggal yang sama yaitu tanggal 8 bulan 4 Lunar. “Dengan memandikan rupang Buddha selayaknya ketika beliau hidup, maka seseorang akan mendapatkan keberuntungan yang tidak terbatas,” jelas Buddha.
Buddha juga menyebutkan bahwa mereka yang memandikan rupang Buddha dengan air bunga yang wangi akan memperoleh segala yang mereka harapkan, umur panjang bebas dari penyakit, anak dan keturunan yang lestari dan berkelanjutan dan terhindar dari alam sengsara menuju alam bahagia. Dalam sutra ketika melaksanakan ini, seseorang semestinya berdana dan berikrar untuk melepaskan kemelekatan dan menyelamatkan semua makhluk. Dana yang didapat dari pemandian ini dikatakan Buddha dapat dipergunakan untuk memperbaiki rupang atau caitya / stupa, selebihnya bisa didanakan untuk anggota Sangha. Manfaat dan tata cara selebihnya juga dalam Sutra Kebajikan Memandikan Buddha atau Yufo Gongde Jing, yang mengatakan bahwa kebajikan pemandian bahkan dapat membawa pada penerangan sempurna.
Memandikan rupang Buddha berarti juga memandikan hakekat Ke-Buddhaan dalam diri kita dari segenap kotoran klesha. Thich Nhat Hanh bahkan menyamakannya dengan mencuci piring dengan penuh kesadaran. Bukan hanya tiap hari sebagaimana yang dicatat bhiksu Yijing, bahkan tiap momen kita harus memandikan Buddha dalam diri kita. Momen sekali setahun saat Waisak sebenarnya hanya sebagai pengingat saja.
Makna Waisak Menurut Chan / Mahayana Tiongkok
Ketika kita merayakan hari lahir Buddha, kita merayakan datangnya seorang anak yang amat spesial di dunia. Kelahiran Buddha merupakan kejadian amat penting di sepanjang sejarah manusia. Kelahiran setiap anak adalah penting sama seperti lahirnya seorang Buddha. Kita semua juga adalah calon Buddha dan setiap menit kita akan terus terlahir. Kita berpratik dengan cara sehingga Buddha dapat terlahir terus dalam setiap momen kehidupan sehari-hari kita. Bayi [Buddha] dalam diri kita menunggu setiap menit untuk dapat terlahir lagi dan lagi.
Pangeran Siddhartha juga telah berhasil untuk kita semua. Siddharta menemukan jalan untuk membantu kita semua menangani penderitaan kita untuk membangkitkan kedamaian dan sukacita dalam keseharian kita, untuk melampaui keterikatan akan pamor, harta, kekuasaan dan kenikmatan sensual. Saat momen pencerahannya di kaki pohon Bodhi, Buddha mendeklarasikan: “Betapa anehnya! Semua makhluk memiliki kapasitas untuk menjadi tercerahkan, untuk memahami, untuk mencintai, untuk menjadi bebas, namun sebaliknya mereka malah membiarkan diri mereka terhanyut oleh samudra penderitaan.” Beliau melihat bahwa siang dan malam, kita semua sebenarnya mencari apa yang sebenarnya sudah ada di sini dalam diri kita. Kita dapat menyebutnya dengan nama hakekat Ke-Buddhaan, hakekat pencerahan, pembebasan sejati yang merupakan fondasi dari semua perdamaian dan sukacita.
Dari kehidupan pelayanan yang amat aktif, Buddha akhirnya kembali pada kondisi penuh kedamaian. Keberadaan-Nya terintegrasi sempurna dengan kinerja alam semesta yang luar biasa. Untuk selamanya Buddha melindungi kita semua dengan cahaya Dharma-Nya.
Sebelum Buddha memasuki nirvana akhir, beliau berkata, “Ketika Tathagata memasuki nirvana, hanya tubuh fisik (nirmanakaya) beliau yang terurai namun tubuh Dharma (dharamakaya) Tathagata akan selalu bersamamu selama-lamanya.”