Laksamana Cheng Ho dan Perjalanannya
San Bao Da Ren ( Sam Po Tay Jin – Hokkian ) atau secara umum disebut San Bao Gong ( Sam Po Kong – Hokkian ) adalah salah satu Dewata yang pemujaannya hanya ada di luar Tiongkok. Pusat pemujaannya ada di Indonesia yaitu di Semarang. Kelenteng pemujaan San Bao lainnya ada juga di Malaka, Malaysia dan di Ayudhia, Muangthai. Diantara para Dewata pelindung imigran Tionghoa, San Bao Da Ren bisa dikatakan mempunyai wilayah pemujaan dan jumlah pemuja yang paling besar. San Bao Gong sesungguhnya adalah seorang tokoh maritim terbesar dalam sejarah Tiongkok. dilahirkan di Kun-yang (sekarang Puning, dekat Kunming) propinsi Yunnan. Nama aslinya adalah He alias San Bao, ia lahir dari keluarga Ma. Leluhurnya berasal dari wilayah barat Tiongkok yang disebut Xi-yu, yang telah beberapa keturunan memeluk agama Islam. Kira-kira pada akhir abad 13 mereka pindah kedaerah Yunnan. Kakek dan neneknya pernah menunaikan ibadah haji ke Mekkah, sebab itu mereka mendapat sebutan “haji”. Haji Ma ini mempunyai putra 6 orang, San Bao berada di urutan ke 3. Karena sejak kecil sering mendengarkan pengalaman ayah dan kakeknya dalam perjalanan melintasi laut menunaikan ibadah haji ke Mekkah, ia sangat terkesan akan hal-hal yang asing di luar negeri, dan dalam sanubarinya terpateri keinginan untuk suatu hari menjelajahi lautan dan berkunjung ke negeri-negeri tersebut.
Pada tahun 1381 Masehi, Zhu Yuan Zhang, kaisar pertama Dinasti Ming, mengirimkan tentara ekspedisi ke Yunnan untuk melenyapkan sisa-sisa kekuatan Dinasti Yuan ( Mongol) yang masih bertahan di sana. Ma He alias San Bao ikut tertawan dan dibawa keistana di ibukota Nanjing. Di sana ia menjadi seorang kebiri yang bertugas dalam istana. Orang kebiri dalam bahasa Tionghoa disebut “Taijian” (Tay-kam-Hokkian ), sebab itu San Bao terkenal dengan sebutaan San Bao Tai Jian ( Sam Po Thay Kam – Hokkian ). Di istana, Ma He bersahabat baik dengan putra Zhu Yuan Zhang yang ke 4 yaitu Zhu Di, yang disebut juga pangeran Yan Wang. Ketika Yan Wang berkedudukan di Beijing, Ma He pun ikut ke sana. Sejak itulah karena kecakapannya, Ma He menjadi orang terdekat dan sangat dipercaya oleh pangeran Yan Wang Pada waktu terjadi perebutan kekuasaan antara Zhu Di dengan keponakannya yaitu Zhu Yun Wen yang pada waktu itu menjadi kaisar dengan gelar Jian Wen Di, setelah Zhu Yuan Zhang meninggal, Ma He memperlihatkan kemahirannya sebagai seorang ahli strategi militer dan pemimpin ketentaraan yang ulung. Berkali – kali ia memenangkan pertempuran sampai akhir nya pasukan Jian Wen Di dikalahkan dan ibukota Nanjing direbut pasukan Yan Wang. Yan Wang kemudian mengangkat diri menjadi kaisar, dengan gelar Ming Cheng Zu (Beng Seng Couw-Hokkian) dan menamakan tahun Kerajaan Yong Le (Eng Lok – Hokkian). Sebab itu Ming Cheng Zu disebut juga Kaisar Yong Le. Kaisar baru ini sangat menghargai jasa dan kecakapan Ma He, dan mengangkatnya sebagai Sida-sida Agung, yaitu pangkat tertinggi buat orang kebiri, yang mempunyai kekuasaan mengatur semua kegiatan dalam istana. Kemudian sang kaisar menghadiahkan nama keluarga baru “Zheng” (The-Hokkian) kepadanya, dan sejak itulah Ma He disebut sebagai Zheng He (The Ho – Hokkian yang mengukirkan suatu prestasi gemilang dalam sejarah Tiongkok Dalam sejarah Tiongkok, Kaisar Ming Cheng Zu termasuk salah seorang Kaisar Dinasti Ming yang paling cakap.
Belum lama bertahta, ia telah mengirimkan utusan ke berbagai negeri seperti Siam, Jawa, Malaka, Kalikut dan lain-lain untuk mempererat persahabatan dan pengembangan perdagangan. Untuk lebih meningkatkan wibawa Kerajaan Ming di mata negeri-negeri seberang lautan, ia bertekad mengirimkan armada besar untuk mengunjungi negeri-negeri tersebut. Zheng He diberi tugas untuk mengepalai armada muhibah yang besar itu. Dengan begitu cita-cita Zheng He semenjak kecil, yaitu ingin mengunjungi berbagai negeri akhirnya dapat terwujud. Tahun 1405 bulan 7 tanggal 11, maka untuk pertama kalinya Zheng He dengan memimpin sebuah armadanya yang terdiri dari 62 kapal, dengan megah bertolak dari bandar Liu-jia-gang di Suzhou. Suatu peristiwa besar dalam sejarah Tiongkok telah dimulai. Pelayaran yang pertama ini mengambil jalur melewati Champa, Jawa, Palembang dan tempat-tempat lain di Sumatera, Sri Lanka dan sekitarnya. Yang paling jauh adalah Kalikut di Pantai Barat India, di tempat ini Zheng He pernah meninggalkan sebuah prasasti dari batu. Perjalanan ini memakan waktu 2 tahun. Setelah kembali ke Nanjing, tanpa perlu melepaskan lelah, ia telah mempersiapkan diri untuk perjalanan yang ke 2 kalinya. Suatu hal yang penting dalam perjalanan ke 2 ini adalah didirikannya sebuah tugu peringatan dari batu di Sri Lanka. Tugu peringatan ini diketemukan kembali pada tahun 1911, dan sampai sekarang disimpan di Museum Kolombo untuk dipamerkan, Tugu batu itu menceritakan kunjungan Zheng He ke kuil – kuil Buddha di Sri Lanka, keadaan dan maksud perjalanannya, dan pemyataan rasa hormat kepada negeri Sri Lanka serta agamanya, dan dipahat dalam tiga bahasa yaitu Tionghoa, Tamil dan Persi.
Zheng He belum puas dengan perjalanan yang telah dilakukannya. Dalam pelayaran yang ke 4 armadanya berhasil mencapai Selat Hormuz dan Teluk Persi. Di sana armadanya dipecah menjadi beberapa rombongan, sehingga lebjh banyak negeri yang dapat dikunjungi. Perjalanan yang ke 5 dilaksanakan pada tahun 1417 dan berhasil mencapai Aden kemudian dilanjutkan menyusur Pantai Timur Afrika dan mengunjungi Mogadishu, Burawa ( di Somalia ), Malindi ( di wilayah Kenya ) dan negeri-negeri di selatan katulistiwa. Pelayaran pulang dilakukan dengan menempuh rate baru yaitu dari Malindi terus mengarungi Lautan Hindia sampai di Quilon di barat daya India. Pelayaran Zheng He terakhir adalah pada tahun 1431 sampai dengan 1433. Armadanya sampai Kalikut,dari sana dipecah beberapa rombongan dan sebagian melanjutkan peijalanannya ke Mekkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji. Keseluruhannya Zheng He melakukan tujuh kali pelayaran yang meliputi kurun waktu selama 28 tahun, dan merintis jalur dagang melalui laut untuk negeri-negeri di sebelah barat Lautan Hindia.
Ia adalah sebagai duta perdamaian. Tiap kali tiba pada suatu negeri, ia tentu mengunjungi Raja negeri yang bersangkutan dan bergaul dengan rakyat-rakyat setempat untuk lebih menyelami kehidupannya. Dengan berbagai kegiatan ia berusaha mengadakan pertukaran kebudayaan dan hubungan dagang dengan mereka, untuk mempererat pertalian diplomatic antara Tiongkok dengan luar negeri. Sejak pada saat itu para utusan dari negeri-negeri asing berdatangan mengunjungi Beijing. Dan tiap kali armada Zheng He kembali, tentu ada utusan dari negeri-negeri yang dikunjunginya itu ikut dalam kapalnya untuk mengunjungi Tiongkok. Dalam pelayarannya yang ke 6, sebanyak 1200 orang utusan 16 negeri menyertai Zheng He kembali. Arus tukar menukar utusan ini memperbesar rasa saling pengertian antara Tiongkok dengan negara-negara di Asia dan Afrika.
Bersama – sama dengan pelayaran Zheng He, hasil-hasil kerajinan Tiongkok seperti sutera, porselin, kerajinan emas dan perak dan lain-lain tak henti-hentinya mengalir ke luar negeri. Sampai sekarang tempat – tempat yang dikunjungi oleh Zheng He tentu diketemukan pecahan-pecahan tembikar Tiongkok dan benda-benda lain yang menunjukkan kegiatan perdagangan pada masa itu. Di Kenya dan Tanzania, ditemukan piring-piring porselin Tiongkok dipakai sebagai hiasan kuburan – kuburan dan benteng – benteng yang dibangun pada abad ke 15. Demikian juga, hasil-hasil negeri tersebut seperti rempah-rempah, bahan pewarna kain, mutiara dan hewan – hewan langka mulai pendapat pasaran di Tiongkok.
Pelayaran Zheng He ke negeri – negeri Lautan Selatan dan Hindia, dilain bidang telah mencerminkan kemajuan tehnik pembuatan kapal yang mampu mengarungi lautan pada jaman Dinasti Ming. Kapal-kapal yang dipergunakan untuk pelayaran yang bersejarah ini besarnya tidak main-main, 120 m panjang, lebar kira-kira 40 m, mempunyai 9 tiang layar. Untuk ukuran pada masa itu, jelas kapal Zheng He sangat besar. Tiap – tiap kapal beranak buah kira – kira 1200 orang, untuk menguasai kemudi, jangkar dan layar dipakai kira-kira300 orang anak buah. Kapal-kapal tersebut hanya bergerak mengandalkan kekuatan angin, tanpa ada peralatan maritim yang canggih seperti sekarang. Tanpa keahlian dan ketekatan hati yang membaja, kiranya pelayaran itu tidak mungkin akan berhasil. Bayangkan, untuk pedoman arah dipergunakan matahari di siang hari, dan bulan bintang pada malam hari, dengan dibantu dengan kompas serta masin harus membuat peta kedalaman laut dengan peralatan yang ada pada waktu itu. Peta pelayaran laut yang dibuat Zheng He merupakan peta laut pertama dalam sejarah maritim Tiongkok. Cendekiawan yang menyertai pelayaran Zheng He seperti Ma Huan, Fei Xin dan Kong Zhen, berdasarkan pengamatannya di negeri-negeri yang dikunjunginya, menyusun buku-buku yang sangat berharga seperti Ying Ya Sheng Lan ( Pamandangan Indah di Ujung Lautan ), Xing Cha Sheng Lan ( Pemandangan Indah dibawah Bintang-bintang ) dan Xi Yang Fan Guo Ji ( Catatan Negeri-negeri Lautan Barat ). Disitu ditulis kebiasaan hidup rakyat setempat keadaan ekonomi dan peristiwa budaya dan politik, negeri-negeri yang dikunjungi selama pelayaran yang tujuh kali itu. Bahan sejarah ini sangat berharga untuk para ahli sejarah di jaman kemudian dalam meneliti perjalanan Zheng He. Zheng He meninggal dalam usia 65 tahun, dan dimakamkan dengan upacara kebesaran dibukit Niu Shou Shan di dekat Nanjing.
Sayang dengan meninggalnya beliau, kaisar pengganti Ming Cheng Zu tidak pernah mengusahakan pengembangan pelayaran yang pernah dirintis itu. Penghargaan terhadap Zheng He dalam sejarah Tiongkok juga tidak besar nyaris dilupakan. Barulah pada akhir-akhir ini, dengan berubahnya situasi di Tiongkok, jasa-jasanya mulai mendapat perhatian yang besar. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, dalam tahun 1985 diadakan peringatan besarvbesaran untuk memperingati 580 tahun pelayaran Zheng He. Dalam upacara peringatan itu, yang jatuh pada tanggal 11 bulan Juli, diadakan pawai angkatan laut Kira-kira 3000 orang dari berbagai kalangan seperti sarjana, penulis dan tamu-tamu luar negeri mengadakan seminar dan pertemuan ilmiah lain sehubungan dengan sejarah pelayaran Zheng He.
Bekas tempat tinggalnya di Nanjing dipugar kembali dan digunakan untuk taman berikut musium peringatan Zheng He. Di dalam taman itu ditempatkan sebuah patung Zheng He dengan pakaian kebebasan seorang Taijian. Zheng He tidak dipuja di Tiongkok sebab itu tidak terdapat sebuah kelenteng pun yang diperuntukkannya. Sementara itu di Asia Tenggara, khususnya di Semarang beliau mempunyai pemuja yang luas. Kelenteng San Bao Gong di Gedung Batu, Semarang, gegap gempita dipenuhi pengunjung pada puncak acara peringatan kedatangannya yang jatuh pada bulan 6 tanggal 29 imlek .
Sumber : Buku Dewa Dewi Kelenteng