Kwan Kong (Guan Yu)
Kwan Kong juga dikenal dengan nama mulia Kwan Seng Tee Kun adalah satu diantara dua dewa peperangan (Bu Seng) selain Yo Fei (Gak Hui 1103-1141 M). Kwan Kong atau Kwan Te (?-219 M) adalah sosok pribadi yang sangat dihormati di Tiongkok. Dikalangan Buddhis beliau dikenal sebagai Kwan Tee Pousat atau Ka Lam Pousat, sedangkan di kalangan Konfusianisme diakui sebagai salah satu Sin Beng yang dihormati.
Kwan Kong adalah seorang pahlawan yang hidupnya bersih, rendah hati, menjunjung tinggi persahabatan, patriot sejati, berpegang teguh terhadap dasar-dasar pribadi luhur. Golongan Taois mencantumkan beliau sebagai salah satu Sin Beng dalam buku Tao Chiao Chu Shen.
Perilaku atau sikap hidup Kwan Kong dalam kisah roman Tiga Negara (Sam Kok) 220-280 M adalah:
Teguh dalam tata Susila (Lee)
Setelah terkepung dalam peperangan dengan tantara Cho Cho, Kwan Kong bersedia menyerah dengan tiga syarat, yaitu; 1) Kwan Kong menyerah kepada Dinasti Han dan bukan kepada Cho Cho; 2) Memberikan perawatan dan kesejahteraan yang memadai bagi kedua istri Lauw Pi yang menjadi tanggung jawabnya; dan 3) Begitu Kwan Kong mengetahui di mana Lauw Pi (kakak angkatnya) berada, Kwan Kong direstui untuk menyusul. Ketiga syarat tersebut dipenuhi oleh Cho Cho. Namun untuk Kwan Kong dan kedua kakak iparnya hanya disediakan satu kamar dengan maksud untuk mengaburkan tata Susila antara ketiganya. Meski dengan kondisi demikian, Kwan Kong mempersilahkan kakak iparnya tidur di dalam kamar, sedangkan beliau sendiri berdiri di muka pintu. Sebelah tangan memegang golok ceng-liong yang-goat to dan tangan lainya memegang kitab Cun Ciu yang dibacanya semalam suntuk.
Kesetiaan terhadap saudara angkat – nya, Lau Pi (Tiong dan Sin)
Ketika menerima jubah sutera yang indah dari Cho Cho, Kwan Kong memakainya di sebelah dalam sementara baju luarnya tetap yang berasal pemberian Lauw Pi, sebagai tanda tidak melupakan sumpah sebagai saudara. Begitu Kwan Kong mendengar Lauw Pi ada bersama Wan Siao, beliau langsung memboyong kedua kakak iparnya dan menyusul ke tempat Wen Sao segera tanpa meminta restu dari Cho Cho. Dalam perjalanan melalui berbagai macam ancaman bahaya di lima kota (kisah ini adalah Kwan Kong Kwe Ngo Kwan) yang terkenal dalam Sam Kok.
Berperikemanusiaan yang mendalam dan berbudi luhur (Jin-Gi)
Dalam peperangan besar di sungai Tiang Kang (Chang Tsiang) sebagai kisah pertempuran besar di Cek-pek, tentara Cho Cho yang berjumlah 830.000 orang; 7.000 kapal besar dan kecil yang sudah digandengkan dalam rangkaian 30 kapal tiap kelompoknya serta perbentengan sepanjang kira-kira 300 li lebih, dibakar dan dihancurkan oleh pasukan Tong Gouw atas keunggulan dan taktik perang Ciu Ji dan Cu Kat Liang (Kong Beng) yang terkenal. Tentara dan para panglima termasuk Cho Cho sendiri digempur, dikepung, dikejar, disergap dan dimusnahkan. Akhirnya Cho Cho dengan pengikutnya yang berjumlah ratusan orang dalam keadaan terluka, letih, lapar, kedinginan, dengan semangat yang hancur lebur serta dalam keputusasaan mereka lari melalui celah pegunungan yang sempit yaitu celah Koay Yong To. Ternyata disana telah siap dengan pasukan yang masih segar dan gagah, Kwan Kong sambil melintangkan golok Naga Hijau berbentuk bulan sabit yang besar. Beliau tampak angker dan gagah perkasa. Tentara Cho Cho yang camping-camping begitu ketakutan.
Dalam keadaan terpaksa Cho Cho memohon diberi jalan hidup dengan mengungkapkan penghargaan, budi kebaikan yang pernah ia berikan ketika Kwan Kong tinggal di Kota Raja Dinasti Han serta hubungan yang sangat akrab antara keduanya. Kwan Kong sebagai sosok manusia yang sangat menjunjung tinggi budi orang, sangat tersentuh sanubarinya, dan hatinya luluh mendengar perkataan Cho Cho.
Kisah selanjutnya Kwan Kong membiarkan Cho Cho bersama tentara yang sudah tidak keruan keadaannya lewat tanpa gangguan. Sesaat kemudian Kwan Kong membentak tentara yang melaluinya, serentak tentara Cho Cho turun dari kuda serta berlutut sambal menangis; Kwan Kong segera memalingkan muka dengan penuh haru dan kembali ke markas pasukan besar dengan loyo. Perasaan belaskasihannya bergejolak, namun dengan tindakan yang dilakukannya itu, Kwan Kong sebenarnya menghadapi hukuman penggalan kepala. Persoalan yang dihadapinya bersumber kepada surat perjanjian yang dibuat bersama dengan Kong Beng. Isi perjanjian tersebut adalah tentang Cho Cho dan tentara yang kalah perang.
Apabila Cho Cho dan tentaranya tidak lewat celah Hoay Yong To, Kong Beng siap untuk dipenggal kepalanya; sebaliknya jika Cho Cho dan tentaranya lewat disana dan Kwan Kong tidak berhasil menangkapnya, Kwan Kong harus menyerahkan kepalanya untuk dipenggal.
Begitu agung rasa pengorbanan karena rasa kasihannya yang sangat besar.
Di medan perang Kwan Kong senantiasa berlandaskan ajaran Ti Jian Yong (kearifan kasih saying dan teguh) yang terkandung dalam kitab Tiong Yong.
Itulah sekelumit kisah sosok pribadi agung, Kwan Kong atau Kwan In Tiang.
Sumber : kisah para suci, penerbit Bhakti. 2011.