Kelenteng Da Bo Gong – Wihara Bahtera Bhakti Ancol
Da Bo Gong (Tionghoa: 大伯公; Pinyin: Dàbó Gōng Hakka: Thai phak koong: Fujian/Hokkian: Tuā-peh-kong) merupakan Dewa Air yang dikenal di wilayah Malaya dan Indonesia. Dia dipuja semenjak zaman Dinasti Song oleh para pelaut demi keamanan pelayaran. Para imigran China yang bekerja di perkebunan lada di Semenanjung Malaya mulai memuja dia pada awal abad 19. Diyakini bahwa keberadaan Da Bo Gong di Penang adalah 40 tahun sebelum kedatangan Kapten Francis Light pada tahun 1746.
Dahulu Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol bernama Da Bo Gong, Dewa Air yang dipuja pelaut sejak zaman Dinasti Song untuk keamanan pelayaran. Namun karena bentuknya sama, maka orang menganggapnya Dewa Bumi. Kelenteng ini berada di luar Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), dan mestinya hanya berjarak 200 meter dari tepi laut. Jika saja ada pintu tembus maka saya bisa berjalan kaki dari Ereveld Ancol ke kelenteng, karena jarak keduanya kurang dari 150 meter. Namun karena tak ada pintu tembus maka kami keluar dari kawasan TIJA melalui Pintu Ancol Timur, belok kiri ke Jalan Pasir Putih Raya, belok kiri lagi ke Jalan Pasir Putih 3, belok kanan ke Pantai Sanur 5, lalu ke kiri di jalan menyimpang, dan sampailah kami ke halaman Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol yang cukup luas.
Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol diperkirakan dibangun pada 1650, pada tahun yang sama dibangunnya Kelenteng Jin De Yuan. Kedua kelenteng ini merupakan kelenteng tertua di Jakarta. Ada dua kelenteng lagi yang dibangun pada abad ke-17 di Jakarta, sekitar 10 dan 19 tahun setelah kedua kelenteng yang pertama itu dibangun, namun keduanya sudah tidak ada lagi.
Pintu gerbang Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol dengan sepasang naga berebut mustika di atas wuwungannya. Tepat dibawah patung naga terdapat lima lukisan dalam kotak segi empat yang menggambarkan lima elemen klasik Tionghoa, yaitu kayu, api, tanah, logam dan air. Papan nama Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol ada di bawah atap wuwungan, diapit sepasang Ciok say (singa). Singa adalah hewan suci yang melambangkan energi, keberanian, dan melindungi kelenteng dari roh jahat.
Di sayap kiri kanannya ada ikan, lambang kebahagiaan dan kekayaan. Di kiri kanan gerbang ada lagi sepasang Ciok say terbuat dari batu putih. Jarak gerbang dengan bangunan utama sekitar 30 meter, dinaungi atap memanjang. Di kanan kiri lorong ada penjual makanan, namun agak kumuh. Lalu ada kandang berjeruji besi berisi puluhan burung kecil untuk dijual. Di lorong itu duduk seorang wanita bertubuh pendek abnormal namun dandanannya rapi dan wajahnya berhias. Seorang pria muda memberi lembaran 10.000 rupiah kepadanya. Siapa pula yang tega memberi uang 2000 rupiah dengan penampilan peminta derma seperti itu …
Di sisi kiri depan terdapat sebuah bangunan yang tampak masih baru berisi patung Buddha Empat Muka, seperti Buddha Empat Wajah atau Dewa Empat Wajah yang berada di Kenjeran Surabaya, namun dengan ukuran yang jauh lebih kecil. Di sayap kiri kelenteng Bahtera Bhakti Ancol terdapat Altar Buddha, dengan tiga patung serta relief Candi Borobudur. Di bawah terdapat tulisan Se Cia Mo Ni Fo, dan tulisan Tie Cang Wang Po Sat dengan persembahan buah serta kue bulan susun lima. Di bawahnya terdapat tulisan “Omitofok, semoga semua mahluk berbahagia”, dan “Aku berlindung kepada Sang Ha sampai menuju ke pantai bahagia”
Seorang pria dengan memegang hio membungkuk di altar Dewi Kwan Im. Ruangan ini relatif besar, masih baru, dan lebih lega dibanding ruang utama Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol. Kata bajik di depan altar berbunyi “Lahan batin manusia bagaikan sepetak sawah. Bila tidak ditanami dengan bibit yang baik, tidak akan menuai hasil yang baik”, dan “Memohon maaf bukan menjadi hina, memberi maaf bukan menjadi bangga, saling memaafkan menjadi mulia.”
Keluar dari altar ini saya meneruskan langkah melewati lorong samping bangunan utama Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol menuju ke belakang. Di sana ada relief lukisan pada dinding yang menceritakan kisah perjalanan ke Barat Biksu Tong Sam Cong yang dikawal Sun Go Kong, Wu Jing, dan Cu Pat Kay. Beberapa binatang mengamati iring-iringan itu, seperti anjing, tikus, ayam, ular, kerbau, kambing, kelinci, macan, yang semuanya mewakili kedua belas shio. Shio kuda diwakili oleh kuda Biksu Tong, monyet diwakili Sun Go Kong, babi diwakili Cu Pat Kay, dan naga tampak terbang di bawah bunga teratai Dewi Kwan Im.
Kolam kecil bundar ada di halaman belakang Kelenteng, ditumbuhi keladi serta ada patung pria berjanggut putih tersenyum bahagia dengan seekor ikan emas di pangkuannya. Dari sini saya melangkah ke kanan dimana ada altar yang letaknya agak di bawah. Tiba di depan pintunya tiba-tiba mata terasa pedih, entah karena peluh masuk ke mata, atau karena asap hio. Ruang altar khusus di sisi belakang Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol itu digunakan untuk bersembahyang bagi Embah Said Areli Dato Kembang bersama isterinya yang bernama Ibu Enneng (Pha-Poo). Mereka adalah orang tua dari Ibu Sitiwati yang dimakamkan di ruang utama Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol.
Saya sempat melihat patung Ibu Sitiwati dan Sam Po Soei Soe di Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol. Alkisah dalam perjalannya ke Timur, kapal yang dipimpin Laksamana Cheng Ho berlabuh di pelabuhan Ancol yang dulu bernama Bintang Mas. Juru mudi kapal bernama Sam Po Soei Soe turun untuk melihat pertunjukan ronggeng. Saking asiknya menonton, serta karena kesengsem penari bernama Sitiwati, tak disadarinya kapal telah berlayar dan ia tertinggal.
Sam Po Soei Soe kemudian menemui Said Areli dan Ibu Enneng, orang tua Sitiwati, untuk melamar perempuan yang telah memikat hatinya itu. Lamarannya diterima. Karena beragama Islam, Sitiwati meminta sang suami tidak makan daging babi, yang disetujuinya dengan syarat Sitiwati tidak makan petai karena bau. Sampai sekarang orang tidak boleh membawa daging babi dan petai ke Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol. Karena Sam Po Soei Soe ingin kembali berlayar, ia meminta Kong Toe Tjoe Seng membangun kelenteng Da Bo Gong, tempat memuja Dewa Air agar pelayarannya aman. Namun Sam Po Soei Soe dan Sitiwati keburu meninggal sebelum kelenteng selesai, sehingga mereka dikubur di dalam kelenteng.
Di Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol ini juga dikubur Mone, adik Sitiwati. Unik, karena belum pernah selama saya keluar masuk kelenteng yang ada kubur di dalam ruang utama. Mungkin karena itu kelenteng ini sangat ramai dikunjungi umatnya, terlihat dari banyaknya orang berseragam yang bertugas melayani pengunjung. Ramainya pengunjung bisa juga menjadi indikasi kelenteng ini ‘bertuah’. Di depan bangunan utama Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol terdapat altar pemujaan bagi Coi Sua Ti Cu, Dewa Pembuka Langit, dengan patung harimau putih di bawahnya. Di sebelah altar ini adalah altar Delapan Dewa dengan patung-patung kecil di dalamnya. Ada pula dua buah Kim Lo, pagoda tempat membakar kertas sembahyang.
Kelenteng Bahtera Bhakti Ancol
Alamat : Jl. Pantai Sanur No.5, Ancol, Jakarta Utara. Lokasi GPS : -6.119988,106.853651, Waze ( smartphone Android dan iOS ).
Sumber:
https://www.aroengbinang.com/2017/12/kelenteng-bahtera-bhakti-ancol.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Da_Bo_Gong