Dewa Bumi – Fu De Zheng Shen

Fu De Zheng Shen, secara umum disebut sebagai Tu Di Gong (Thouw Te Kong — Hokkian) adalah Dewa Bumi. Karena merupakan salah satu dewa yang tertua usianya, maka beliau sering juga disebut sebagai Hou Tu.

Menurut para ahli sejarah, pemujaan terhadap Tu Di Gong sebetulnya berasal dari gabungan pemujaan-pemujaan terhadap Dewa-dewa Palawija seperti Xian Se, Tian Jun, Fang Shen, dan Shui Yong Shen, dewa-dewa penunggu rumah seperti pemujaan Bunda Bumi oleh kaisar purba.

Pemujaan terhadap Dewa Bumi ini sangat luas sekali wilayahnya. Di seluruh negeri, dapat dikatakan kelenteng Tu Di Gonglah yang paling banyak jumlahnya, ada yang besar, adapula yang kecil sekali dan sebetulnya tak layak disebut kelenteng. Umumnya kelenteng pemujaan Tu Di Gong dinamakan Tu Di Miao atau Fu De Ci (Hok Tek Su – Hokkian). Kelenteng-kelenteng kecil umumnya terdapat di dusundusun, ditepi pematang sawah dan bahkan di halaman rumah. Karena kecilnya kelenteng ini, kadang-kadang untuk satu orang bersembahyang saja sulit. Bahkan di desa-desa terpencil yang melarat, pemujaan Tu Di Gong dilakukan di dalam sebuah jembangan air yang sudah pecah. Jembangan itu dibalik dan dari bagian dinding yang pecah ditempatkan sebuah area Tu Di Gong, dan dianggap sebagai “kelenteng”. Sebab itu ada pemeo dikalangan rakyat yang mengatakan “You-wu zhu da—tang, mei wu zhu po—gang” yang berarti “kalau ada rumah tinggal didalam ruangan besar, kalau tak ada rumah jembangan pecah-pun jadi”. Kecuali kelenteng-kelenteng khusus, di klentengklenteng lain, biasanya disediakan juga altar pemujaan Tu Di sebagai pelengkap.

Di semua tempat, Tu Di Gong biasanya di tampilkan dalam bentuk yang kurang lebih sama yaitu seorang tua, berambut dan berjenggot putih, dengan wajah yang tersenyum ramah. Pakaiannya bercorak seorang hartawan atau Yuan-wai (wan-gwe – Hokkian), demikian juga topinya. Tapi ada juga di beberapa tempat yang menampilkan Tu Di dengan pakaian ala Cheng Huang Lao Ye (Dewata Pelindung Kota), dengan wajah putih, berambut dan jenggot hitam. Ada juga yang ditampilkan dengan berpasangan, yaitu Tu Di Gong di sebelah kiri, dan Tu Di Po (Nenek Tu Di) disebelah kanan. Biasanya Tu Di selalu tampak menggenggam sebongkah uang emas ditangan kanannya. Tu Di Gong yang dipuja di dalam rumah umumnya tanpa pasangan. Adakalanya sang Dewa Bumi ini ditemani oleh seekor harimau. Harimau ini biasanya disebut Hu-jiang-jun (Houw Ciang Kun – Hokkian), ia dianggap dapat membantu Tu Di mengusir roh-jahat dan menolong rakyat dari malapetaka.

Seperti juga Cheng Huang, Tu Di Gong mempunyai masa jabatan yang terbatas. Jabatan Tu Di Gong biasanya diduduki oleh orangorang yang selama hidupnya banyak berbuat kebaikan dan berjasa bagi masyarakat. Setelah meninggal tokoh pujaan rakyat itu lalu diangkat sebagai Tu Di Gong. Sebab itu tiap tempat mempunyai Tu Di Gong tersendiri.

Tapi ada juga sebuah versi yang mengatakan bahwa Tu Di Gong sesungguhnya adalah seorang yang pernah hidup di jaman Dinasti Zhou, pada masa pemerintahan kaisar Zhou Wu Wang, bernama Zhang Fu De , (lahir pada tahun 1134 SM). Sejak kecil Zhang Fu De sudah menunjukkan bakat sebagai orang yang pandai dan berhati mulia. Ia memangku pangkat sebagai menteri urusan pemungutan pajak kerajaan. Dalam menjalankan tugasnya ia selalu bertindak bijaksana tidak memberatkan rakyat, sehingga rakyat sangat mencintainya. Ia meninggal pada usia 102 tahun. Jabatannya digantikan oleh seorang yang bernama Wei Chao. Wei Chao adalah seorang tamak dan rakus lagi kejam. Dalam menarik pajak ia tidak mengenal kasihan, sehingga rakyat banyak sangat menderita. Akhirnya karena derita yang tak tertahankan, mereka banyak pergi meninggalkan kampung halamannya, sehingga sawah ladang banyak terbengkalai. Dalam hati mereka mendambakan seorang bijaksana seperti Zhang Fu De yang telah marhum itu. (Sebab itu kemudian mereka memuja Zhang Fu De (Thio Hok Tek — Hokkian) sebagai tempat memohon periindungan. Dari nama Zhang Fu De inilah kemudian muncul gelar Fu De Zheng Shen yang dianggap sebagai Dewa Bumi.

Tu Di Gong bertugas menjaga agar kehidupan rakyat aman dan bahagia, juga mengingatkan mereka agar selalu berbuat kebaikan tugas lain adalah memeriksa dan mencatat kelakuan orang apakah yang bersangkutan sering berbuat yang bertentangan dengan ajaran Tian. Catatan yang dikumpulkan ini diserahkan kepada Cheng Huang sebagai bahan pemeriksaan apabila orang tersebut meninggal. Kaum petani menganggap Tu Di Gong sebagai Dewa pelindungnya. Kaum pedagang memandangnya sebagai roh suci yang memasok rejeki. Dan masyarakat umum memandangnya sebagai pelindung keselamatan. Sebab itulah perayaan dan sembahyang untuk Tu Di Gong paling banyak dilakukan dalam setahun. Pada masa yang lalu, banyak kaum pedagang yang bersembahyang pada tiap tanggal 1 dan 16 Imlik tiap bulan. Sembahyang ini disebut “zuoya” atau “ya-fu”, dengan tujuan untuk memohon perlindungan dan rejeki dari sang Dewa. Upacara sembahyang pada tanggal 2 bulan 1 Imlik disebut “tou-ya” (Thou-ge – Hokkian), tanggal 2 bulan 2 Imlik disebut sembahyang “ya-li” untuk merayakan hari ulang tahun Tu Di, dan tanggal 16 bulan 12 Imlik disebut “wei-ya” (atau penutup). Biasanya sembahyang ini diikuti dengan perayaan yang dimeriahkan dengan pertunjukkan wayang dan tari-tarian. Sedangkan kaum tani karena menganggap hasil jerih payahnya itu adalah hasil lindungan dari sang Dewa Bumi, mereka memilih tanggal 15 bulan 3 Imlik yaitu yang lazim disebut hari raya Zhong-qiu untuk mengadakan sembahyang berterima kasih kepadanya karena hasil panennya baik. Perayaan Zhong-qiu ini sangat meriah tidak hanya didusun tapi juga di kota-kota.

Sumber: Buku Dewa-Dewi Kelenteng, Yayasan Kelenteng Sampookong, Gedung Batu – Semarang, 1990

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *