Dewata Penguasa Langit – Yu Huang Da Di
Para Dewata ini mempunyai kekuasan di seluruh alam, dan dipuncaki oleh Yu Huang Da Di sebagai dewata tertinggi yang melaksanakan pemerintahan alam semesta dan dibantu oleh para dewata lain seperti Dewa Halilintar, Dewa Bintang, dan lain-lain. Tugas mereka adalah mengatur semua yang ada di kawasan langit seperti peredaran bintang, keaamanan kahyangan, hembusan angin dan berkelebatnya kilat dan lain-lain gejala alam.
YU HUANG DA DI
Yu Huang Da Di (Giok Hong Tay Tee – Hokkian), biasanya disebut sebagai Tian Gong Zu (Thian Kong Co — Hokkian). Kadang-kadang disebut sebagai Yu Huang Shang Di. (Giok Hong Siang Te – Hokkian), yang secara harfiah berarti “Kaisar Pualam”, sebab Pualam atau Kumala (Yu – Mandarin, Giok — Hokkian) merupakan lambang kesucian. Beliau dianggap sebagai pelaksana tertinggi pemerintahan alam semesta, bertahta di kahyangan.
Pada jaman dahulu hanya kaisar saja yang boleh melakukan upacara sembahyangan kepadaNya, menteri atau rakyat biasa tidak diijinkan. Pada masa Zheng Cheng Gong, di Taiwan pernah melakukan sembahyang kepada Yu Huang, untuk mewakili kaisar dinasti Ming. Tiongkok pada masa itu sudah dikuasai oleh bangsa Manzhu, dinasti Ming sudah runtuh. Tapi di Taiwan, Zheng Cheng Gong masih tetap berkuasa dan menjalankan pemerintahan sebagai menteri kerajaan Ming. Karena kaisar Ming sudah tiada, maka untuk bersembahyang kepada Tian, dia merasa perlu mewakili. Barulah sesudah keturunan Zheng Cheng Gong menyerah kepada pemerintah dinasti Qing (Manzhu), upacara ini dihentikan. Setelah itulah, meskipun tidak diperkenankan melakukan upacara sembahyang kepada Tian, rakyat kebanyakan melakukan sembahyang di rumah masing-masing dihadapan pedupaan pemujaan, untuk bersujud kepada Tian, dan berdoa memohon keselamatan.
Pada masa pertengahan dinasti Qing, karena kerajaan sibuk memulihkan keamanan diberbagai propinsi di Tiongkok, maka pemujaan resmi tidak dilakukan lagi. Rakyat lalu melakukan pemujaan di kelenteng di mana Zheng Cheng Gong melakukan upacara tersebut, dan secara resmi ditempatkan altar untuk Tian di kelenteng tersebut, yang lazimnya disebut Tian Gong Miao.
Bersamaan waktunya juga didirikan kelenteng Yu Huang Gong, di Gunung Jian San, dan pada tahun Jia Qing ke 5 ditambah sebuah area Yu Huang Shang Di Jadi sekarang di Taiwan terdapat dua buah kelenteng untuk memuja Yu Huang Da Di. Pengunjung kedua kelenteng ini sangat banyak, terutama pada tanggal 9 bulan 1 Imlik, yang dianggap hari Ulang Tahun Yu Huang Da Di. Kecuali itu, perkumpulan-perkumpulan swasta yang memuja Yu Huang pun mulai banyak, diantaranya yang terkenal adalah perkumpulan Jing Xian Tang yang didirikan pada tahun Xian Feng yang ke-8.
Pemujaan terhadap Tian ini, merupakan perwujudan pandangan orang Tionghoa tradisonal tentang bersatu padunya langit (Tuhan) dan manusia. Sebab itu di ruang belakang kelenteng ada papan bertuliskan ‘Tian Di Yi Li” (yang berarti langit/Tuhan dan bumi punya tata krama yang sama). Kesemua ini punya makna mendidik masyarakat untuk memberkahi siapa saja yang berbuat baik dan akan menghukum yang berbuat jahat.
Asal-usul pemujaan Yu Huang yang kemudian banyak memperoleh gelar kehormatan, kira-kira sebagai berikut: Kaisar Zhen-zong dari dinasti Song (A.D. 1005) terpaksa harus menandatangani kapitulasi damai dengan orang Tungus (Ji-tan). Karena hal yang memalukan ini kerajaan mengalami krisis kepercayaan dari rakyat, sehingga dukungan dari massa dikhawatirkan merosot. Untuk menenangkan rakyatnya, sang kaisar berlaku seakan-akan ia bisa melakukan komunikasi langsung dengan dewata di langit. Pada suatu hari, pada bulan yang kesepuluh tahun 1012, dikumpulkannya semua menterinya dan beliau lalu bersabda “Di dalam mimpiku, Seorang Dewa telah datang kepadaku dengan membawa sepucuk surat dari Yu Huang Da Di dan mengatakan bahwa leluhurku akan datang sendiri dan dipertemukan dengan aku.”
Sungguh ajaib, apa yang dikatakannya menjadi nyata, Song Tai-zu (pendiri dinasti Song) tiba-tiba menampakkan diri di depannya Baginda Kaisar Song Zhen-song sangat heran sekali. Sejak saat itulah lalu diadakan sembahyangan pemujaan terhadap Yu Huang Shang Di. Disamping catatan sejarah ini, masih ada sebuah legenda yang menjelaskan asal-usul Yu Huang.
Dikisahkan pada sebuah negeri yang bernama Guan Yan Miao Luo Guo, Raja Jing De dan permaisurinya Bao Yue sedang bersusah hati. Sudah bertahun-tahun mereka mendambakan putra, tapi tak kunjung tiba juga. Sudah berpuluh-puluh orang pendeta Taoist didatangkan untuk memimpin upacara sembahyangan kepada Penguasa Alam. supaya permohonannya terkabul, tapi hasilnya nihil. Pada suatu malam sang permaisuri bermimpi, dilihatnya Lao Jun sedang menunggang seekor naga sambil menggendong seorang anak laki-laki. Dewa itu terbang kearahnya, segera permaisuri memohon agar anak laki-laki itu diberikan kepadanya sebagai penerus tahta kerajaan. “Aku tidak berkeberatan” kata Lao Jun ini terimalah.” Sang permaisuri segera berlutut menghaturkan terima kasih. Ketika sadar dari mimpinya dia mendapati dirinya berbadan dua. Pada akhir tahun seorang pangeran telah lahir. Sejak usia masih muda sekali, sang pangeran sudah menunjukkan suatu pribadi yang welas asih terhadap sesamanya yang sedang dirundung malang, terutama terhadap orang miskin. Setelah ayahanda meninggal, beliau lalu naik tahta. Tapi hanya beberapa hari saja dia memerintah, beliau melepaskan kekuasaannya dan mengangkat seorang perdana menteri sebagai pengganti, lalu pergi bertapa di pegunungan Pu Ming dipropinsi Shanxi dan di pegunungan Xiu Yan di propinsi Yunan. Setelah memperoleh kesempurnaan, hari-hari dilewatinya dengan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit. Pada saat menjalankan tugas kebajikan inilah beliau wafat. Kaisar Cheng Zong dan Hui Zong dari dinasti Song menganugerahi beliau dengan bermacam-macam titel antara lain Yu Huang Da Di, yang tetap dipakai orang-orang sampai sekarang.
Kaum Buddist dan Taoist masing-masing mengaku bahwa Yu Huang adalah Tuhan mereka. Kaum Buddist menganggapnya sebagai Indra, dalam hal ini bisa dianggap Yu Huang adalah Dewasa Buddist yang dimasukkan dalam khasanah Dewa-dewa Taoist.
Yu Huang sering kali dianggap sebagai lambang akan kepercayaan alam semesta. Jing De, ayahnya adalah matahari dan sang permaisuri Bao Yue ibunya adalah lambang rembulan. Perkawinan mereka adalah melambangkan lahirnya kekuatan yang menyelimuti alam dengan kehidupan penuh kesuburan dan bunga-bunga.
Sumber: Buku Dewa-Dewi Kelenteng, Yayasan Kelenteng Sampookong, Gedung Batu – Semarang, 1990