Kata Ganti Orang Pertama Tunggal Bentuk Sopan “OWE” hanya untuk LAKI-LAKI dan PERANAKAN!
Kata Ganti Orang Pertama Tunggal Bentuk Sopan “OWE” hanya untuk LAKI-LAKI dan PERANAKAN!
Oleh: David Kwa 柯建孝
Orang Cina Peranakan laki-laki di Indonesia sering menggunakan kata “owe” atau “oweh” sewaktu berbicara dalam bahasa Indonesia kepada orang lain yang dihormati, baik kepada orangtua, kakak, atau orang lain yang baru atau sudah lama dikenal. Di sisi lain tayangan berupa sketsa-sketsa di televisi (jaman Orde Baru dulu kan banyak) sering menampilkan kata “owe” dipakai secara sembarangan oleh seorang laki-laki yang digambarkan sebagai laki-laki―bahkan juga perempuan―Cina Totok (artinya, yang baru datang dari Cina, atau keturunan langsungnya) dalam berbicara dengan bahasa Indonesia pelo, dengan tambahan kata “haiya” segala rupa, sebagai bumbu penyedapnya! Stereotipe yang berkembang, “owe” kata ganti yang merupakan kata dalam bahasa Cina (Zhongguohua) dan dipakai oleh orang Cina Totok. Lalu sebenarnya apa kata “owe” atau “oweh” itu dan dari manakah asalnya?
Kata Ganti Orang Pertama Tunggal Bentuk Sopan “OWE” hanya untuk LAKI-LAKI dan PERANAKAN!
Perlu kita ketahui, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk sopan “owe” hanya ada di INDONESIA, khususnya di kalangan Cina Peranakan. Di luar negeri tidak ada, apalagi di Zhongguo (Cina). Di sana ada kata “wo” (Mandarin), “gua” (Hokkian), “ngai” (Hakka/Kheh), “wa” (Tiociu), “ngou” (Konghu/Kanton), dll, tapi tidak ada “owe”. Dan hanya LAKI-LAKI sajalah yang menggunakan kata ganti “owe/oweh” yang KHAS Indonesia itu; perempuan HARUS memakai kata “saya/sayah”, tidak boleh “owe/oweh”!
Pemakaian kata “owe atau oweh” menunjukkan pemakainya Cina sekaligus Indonesia, alias Peranakan, sebab hanya Cina Indonesialah yang memakai kata ini. Di bagian dunia lainnya kata ini tidak akan diketemukan. Kaum Peranakan di Malaysia dan Singapura pun hanya mengenal kata “gua” asal Hokkian, yang dalam bahasa Peranakan Indonesia kita malah hanya boleh dipakai terhadap orang yang sebaya atau lebih rendah status sosialnya saja, tidak boleh kepada orangtua, misalnya.
Kata Ganti Orang Pertama Tunggal Bentuk Sopan “OWE” hanya untuk LAKI-LAKI dan PERANAKAN!
“Owe” berasal dari kata dalam dialek Hokkian “oê 喂” (atau seringkali dieja “ue”), artinya “Ya” dalam bentuk menjawab panggilan orangtua, apeh/aem, ncek/ncim, ngku/ngkim, koko/cici, dsb (the answer to a call; yes, sir!). Mirip dengan kata “lebèk” dalam bahasa Betawi atau “kulan” (laki-laki) dan “kah” (perempuan) dalam bahasa Sunda, dan “dalem” dalam bahasa Jawa. Kata ganti “oweh” ini sangat populer di Tangerang namun bukan hanya di Tangerang saja, tapi juga di Bogor. Teman-teman saya di Bogor juga banyak yang memakai kata ganti “oweh” ini. Lama-kelamaan “owe” atau “oweh” berubah makna menjadi kata ganti “saya” dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasanya kaum Peranakan. Dari Jakarta, kata “owe” ini tersebar hingga ke Jawa Timur, bahkan beberapa narasumber memastikan pemakaian kata ganti “owe” ini juga ditemukan juga pada komunitas-komunitas Peranakan di Sumatera Barat, macam di Padang dan Payakumbuh.
Kata ganti “owe” atau “oweh” itu sopan sekali
Patut diketahui, kata ganti “owe” (atau “oweh” di daerah Tangerang atau Priangan), hanya digunakan oleh laki-laki saja (perempuan tidak boleh!) dan dapat digunakan oleh:
- Seorang anak laki-laki terhadap orangtua dan orang-orang yang segenerasi dengan orangtuanya, baik kerabat maupun bukan kerabat;
- Seorang adik laki-laki terhadap kakak baik laki-laki dan istrinya, maupun perempuan dan suaminya dsb dan orang-orang yang segenerasi dengan mereka.
- Seorang laki-laki terhadap seseorang yang baru dikenalnya, baik laki-laki maupun perempuan.
- Seorang teman terhadap seorang temannya yang lain namun berbeda usia atau untuk menghormati).
Kesimpulannya, tayangan berupa sketsa seperti yang sering kita saksikan di layar televisi itu menyesatkan sekali dan harus kita tolak, sebab bukan didasarkan pada suatu riset dan karenanya tidak menyajikan suatu kebenaran! Orang Cina Totok tidak memakai kata “owe”, melainkan “wo”, “gua”, “ngai”, “wa”, “ngou”, dll, tergantung dialek yang dipakai! Untunglah tayangan-tayangan menyesatkan seperti itu sudah dihentikan penayangannya dari layar kaca!