Sam Kauw Bio Barengkok Berpartisipasi Dalam Kirab Fat Cu Kung Bio Jakarta 2017

Sam Kauw Bio Barengkok Berpartisipasi Dalam Kirab Fat Cu Kung Bio Jakarta 2017

Minggu, 22 Oktober 2017 untuk pertama kalinya Sam Kauw Bio Barengkok mengikuti Jakarta Kirab Budaya dan Ruwat Bumi 2017 di Fat Cu Kung Bio, Glodok, Jakarta Barat. Pada kesempatan pertama ini Sam Kauw Bio Barengkok membawa Lu Ban Gong atau Qiao Sheng Xian Shi Lu Ban Gong yang merupakan Dewa Pelindung Pertukangan.

Sekilas tentang Qiao Sheng Xian Shi atau Guru besar pertukangan, secara umum disebut Lu Ban Gong (Law Pan Kong – Hokkian). Ia adalah seorang tokoh pertukangan ulung yang hidup pada jaman Zhan Guo dari negeri Lu yang bernama Gong Shu Ban. Hari lahirnya pada tanggal 7 bulan 5 Imlek.

Karena kepandaiannya dalam pertukangan, Lu Ban Gong dianggap sebagai Dewa pelindung usaha-usaha pertukangan baik batu maupun kayu, perdagangan kayu dan perabot-perabot rumah tangga dari kayu. Di kota-kota besar di Taiwan dan Tiongkok beberapa organisasi tukang kayu atau pengusaha mebel mendirikan rumah pemujaan untuk Lu Ban Gong ini. Di Jakarta juga terdapat kelenteng Lu Ban Gong yang didirikan oleh organisasi perdagangan.

Lu Ban adalah penemu berbagai perkakas pertukangan, seperti gergaji, pasah, bor yang masih banyak dipergunakan sampai sekarang, gilingan batu-pun dikatakan sebagai hasil temuannya. Kisahnya banyak dituturkan dari mulut ke mulut dan beredar dari jaman ke jaman, berupa legenda yang cukup teliti, misalnya suatu ketika kakinya terluka oleh semacam rumput pada saat ia bekerja. Ketika di perhatikan, rumput itu bergerigi tajam. Dari situlah ia mendapat ilham untuk menciptakan gergaji.

Ada kisah ajaib tentang bagaimana ia memahat seekor burung Phoenix, begitu selesai dipahat burung itu “hidup dan terbang”. Di lain kesempatan burung kayu hasil buatannya dapat terbang di angksa selama 3 hari.

Adalagi kisah bagaimana ia memahat sebongkah batu untuk dibuat tangga, didepan pintu rumah seorang janda miskin. Ia tahu seseorang yang membangun jembatan di dekat situ akan membutuhkan batu itu. Pada saat akan diresmikan, ternyata masih ada kekuranggan satu batu pada tangga jembatan. Waktu sudah sangat mendesak, sang pelaksana sangat gugup. Untunglah akhirnya batu yang dipahat Lu Ban di depan rumah janda itu ternyata tepat sekali dengan ukuran batu yang dibutuhkan untuk menutup tangga jembatan itu. Rupanya Lu Ban telah jauh memperhitungkan hal itu. Si pelaksana pembuat jembatan membayar batu itu dengan harga tinggi kepada sang janda yang sangat memerlukan uang untuk pernikahan putrinya.

Satu kisah lagi yang menarik adalah tentang seorang pangeran yang ingin melengkapi istananya dengan menara di tiap sudut. Ia menginginkan tiap menara itu mempunyai 18 tiang dan 72 blandar (balok). Para tukang yang tidak bisa memenuhinya di hukum mati, sehingga banyak tukang menjadi putus asa. Kebetulan Lu Ban lewat. Lu Ban menjanjikan waktu tiga hari untuk membantu mereka. Setelah berpikir keras selama dua hari, ia menemukan seorang anak menjual tonggeret didalam kotak kecil. Ia menemukan idenya disitu. Pagi berikutnya ia membuat sangkar burung yang sangat rumit konstruksinya, hanya dengan tangkai gandum. Ketika dihitung temyata tepat berjumlah 9 tiang, 18 pilar dan 72 blandar. Dengan model ini, ia mendapatkan menara yang dikehendaki pangeran.
Oleh sebab itu, Lu Ban dianggap sebagai lambang kecermatan.

Meski dalam acara Jakarta Kirab Budaya dan Ruwat Bumi 2017 ini Sam Kauw Bio Barengkok mendapat nomor urut yang “agak ujung” (100) tapi hal ini tidak menyurutkan semangat pemuda-pemudi Sam Kauw Bio Barengkok untuk tetap bersorak gembira selama acara berlangsung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *