Puncak Perayaan Imlek dan Festival Cap Go Meh Singkawang 2018 : Pawai Tatung

Puncak Perayaan Imlek dan Festival Cap Go Meh Singkawang 2018 : Pawai Tatung

Oleh : Dji Sye Lim ( Liu Weilin)

 

Dalam pawai Tatung ( medium/loya/ thungki / jitong 乩童) seringkali kita menemui para medium atau tangki / thungki yang penuh dengan darah ( mengiris lidah hingga berdarah, menusuk pipi dengan jarum perak dll) , dalam ritual tersebut  tentu saja dalam benak banyak orang akan terbersit bahwa prilaku tersebut merupakan sebuah atraksi yang penuh dengan darah dan sadis itu tidak sesuai dengan akal pikiran yang sehat dan perilaku beradab. Seandainya kita tidak melihat latar belakang dibalik ritual penuh darah tersebut yang dilakuan oleh para tatung ( medium) tentu saja kita akan beranggapan bahwa  pandangan itu bisa dikatakan benar bahwa adanya sadistik dan lain sebagainya anggapan dan pandangan yang negative.

Ritual pawai atau parade seperti yang kita lihat di Singkawang dalam puncak perayaan imlek dan cap go meh yang menjadi destinasi wisata skala nasional bahkan internasional tersebut, dalam bahasa mandarin  pawai terserbut itu disebut You Jing 游境 .  Parade para medium ( dalam bahasa umum disebut pawai tatung )  dengan aksi trance ( didatangi oleh dewa/ roh leluhur) memiliki latar belakang sejarah yang sudah demikan lama, ritual parade itu sudah berumur 4000 tahun , dimana  memiliki makna yang baik dan pengorbanan untuk kebaikan.

Bagi mereka yang tidak mau mengetahui atau tidak tahu latar belakang dibalik ritual itu akan mencibir bahwa ritual penuh darah dan tidak beradab itu tidak pantas dilakukan, seakan-akan menghakimi bahwa kegiatan ritual pawai tersebut dicap sadistik, barangkali orang memakai kaca mata dia sendiri untuk memandang kegiatan pawai tatung tersebut.

Saran saya mari kita mencoba untuk  belajar memahami bahwa para medium ( thungki / 乩童 ) yang melakukan ritual menyiksa diri  ternyata sedang melakukan upacara membersihkan daerah yang dilewati itu dari segala hawa jahat dengan menggunakan darah. Hawa jahat itu mencakup penyakit, bencana alam, kejahatan dan lain- lain.

Kenapa harus dengan darah? Tentu saja kita bertanya dalam hati, nah, akan saya jelaskan bahwa  “darah “ yang digunakan dalam kegiatan pawai tatung / thungki sesuai adat budaya dan kepercayaan diyakini bahwasanya  darah mengandung unsur YANG yang amat kuat sehingga dengan darah itu maka semua hawa kejahatan bisa diusir. Dan mereka yang menjadi medium itu adalah mereka yang dirasuki “dewa” yang bersifat militer ( BU )  dan bertugas mengusir semua hawa jahat itu, berhubung karena para medium / thungki dirasuki oleh dewa militer maka tentu saja akan memegang senjata tajam seperti pedang, tombak, golok dll. Para medium / thungki  dengan mengorbankan darah mereka untuk membantu para warga sekitar agar terbebas dari segala macam musibah dan hawa jahat yang menganggu.

Terdapat pola yang unik yakni para medium/thungki ( orang yang kerasukan dewa/roh leluhur)  akan mengeluarkan darah yang amat banyak pada tubuh yang mereka lukai ( dengan mencambuk diri dengan bola berduri, menusuk pipi dengan jarum panjang terbuat dari perak, mengiris lidah dll) , herannya  bagian tubuh yang dilukai dalam keadaan trance tidak mengeluarkan darah terlalu banyak, tapi kalau dalam keadaan sadar tentu saja bisa menyebabkan pendarahan hebat. Pada saat para “tatung” atau istilah tepatnya thungki yang  trance, mereka akan melakukan beberapa gerakan yang biasanya standar, seperti membacok tubuh tanpa terluka (kebal), ada juga yang membakar tubuhnya dengan hio yang tanpa merasa kesakitan. Serangkaian gerakan ini dilakukan sebagai pembuktian bahwa diri para tathung telah dirasuki oleh “dewa” .

Biasanya dalam pawai/ You Jing para tathung / thungki / medium akan melakukan tindakan yang  mengeluarkan darah melalui tubuh mereka dengan mengiris lidah, mencambuk diri dengan bola berduri dll.  Mengiris lidah sehingga mengeluarkan darah juga dilakukan oleh para tatung pada saat pembuatan kertas hu ( jimat), para tatung  akan memotong lidah dan darah yang mengalir itu yang digunakan sebagai tinta untuk menulis. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa darah itu bersifat YANG, yang memiliki power untuk mengusir hawa jahat.

Dalam acara pawai Tatung kita juga menjumpai orang Tionghoa  yang menjadi Tatung dirasuki oleh dewa lokal atau para leluhur lokal yang biasanya disebut “ Datuk”, ini tidaklah menjadi heran karena orang Tionghoa merupakan pendatang di suatu daerah  misalnya di Singkawang, tentu saja mereka harus berjuang melawan kerasnya hidup diperantauan dengan daerah yang begitu asing ( awal kedatangan orang tionghoa ke daerah kalbar), belum lagi dipastikan terjadi gesekan dengan penduduk yang lebih dulu mendiami daerah tersebut yang tidak dapat dihindari walaupun dalam skala kecil atau besar, tentu saja perlu direndam sehingga bisa tercipta sebuah keharmonisan hidup bersama.

Dewa lokal atau roh- roh leluhur lokal yang disebut “ Datuk” tersebut menjadi bukti bahwa terjadi harmonisasi antara orang Tionghoa dengan penduduk lokal dalam kegiatan perayaan cap go meh singkawang 2018, penghormatan kepada Datuk ( roh leluhur lokal atau dewa lokal) merupakan ritual pengharapan dan keinginan dari Orang Tionghoa untuk hidup harmonis dengan penduduk sekitarnya, karena orang Tionghoa memiliki falsafah hidup bahwa dimanapun berada tetap harus hidup harmonis baik dengan masyarakat maupun dengan alam sekitar, dan penghormatan kepada dewa lokal – leluhur lokal adalah cara ala Tionghoa untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis.

Tentu saja kita tidak dapat menghindari adanya masyarakat non Tionghoa yang ikut dalam pawai Tatung seperti yang kita ditemui seperti pawai tatung singkawang 2018 ini, seperti yang kita lihat terdapat etnis Dayak yang ikut dalam kegiatan terserbut dengan pakaian panglima khas etnis Dayak yang ikut berpartisipasi dan terlihat wajah non etnis Tionghoa yang ikut turut entah menjadi pemegang bendera atau mengangkat tandu golok/parang yang ikut dalam pawai tatung tersebut.  Walaupun ini kegiatan ini adalah budaya Tionghoa namun dengan hadirnya ciri khas Dayak menunjukan bahwa terjadi akulturasi persahabatan budaya Tionghoa dan Dayak.

Pawai Tatung Cap Go Meh memiliki tujuan untuk meyelaraskan dan membangun suatu keharmonisan menjadi tercela karena inti daripada tujuan pawai tersebut ( bertujuan membersihkan / penyucian/ purifikasi tempat , jalan, warga dari unsur anasir/hawa jahat/negative) ternodai oleh show / pamer yang bersifat komersial, ini tentu sudah melenceng dari tujuan yang semula.

Ini adalah pandangan pribadi saya dari sudut budaya , dengan terjadi komersialisasi dan juga miskinnya pemahaman akan budaya dari yang kita temui membuat kita berkerut dan berpikir, hingga berapa lama nilai-nilai luhurnya dari pawai tatung ini bertahan?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *