Mahasattva Fu/Shanhui

Pada tahun 497 M Dinasti Nan Qi (Qi Selatan), MahasattvaFu (FuDashi) terakhir di distrik Dongyang dengan marga Fu di sebuah keluarga petani. Pada saat berusia 16 tahun ia menikah dan memiliki dua orang putra bernama Pujian dan Pujing. UpasakaFu terkenal sebagai seorang dermawan, aktivis sosial dan guru. Ia mengajak banyak kerabatnya untuk memeluk Buddha Dharma. Pamornya ini membuat dirinya disebut-sebut sebagai “Vimalakirti dari Tiongkok.” Nama lainnya adalah Shanhui.

Pada umur 24 tahun, ia bertemu dengan seprang petapa India yang berkata padanya: “Kau dan aku telah mengambil ikrar yang sama di kediaman Buddha Vipasyin, jubah dan mangkuk patramu masih ada di istana Surga Tusita. Kapankah kau kembali ke sana?” Petapa itu menunjuk ke sebuah gunung dan memintanya untuk bermeditasi di sana.

Suatu hari, Upasaka Fu melihat penampakan 3 Buddha: Sakyamuni, Vimalakirti dan Dipamkara, memancarkan cahaya ke tubuhnya. Setelah realisasi akan Surangama-samadhi, ia tahu bahwa dirinya telah mencapai bhumi Bodhisattva yang ke-9.

Bertemu Kaisar Liang Wudi Membabarkan Sutra Intan Suatu kali UpasakaFu diundang oleh Kaisar Liang Wudi (502-549) untuk membabarkan VajracchedikaPrajnaparamita Sutra. Seketika ketika sang upasaka menaiki singgasana pembabaran Dharma ia memukul meja dengan tongkatnya lalu turun. Sang kaisar terpukau nan bingung. Upasaka Fu kemudian bertanya, “Apakah Yang Mulia mengerti?” “Tidak, aku tidak paham sama sekali,” jawab kaisar. “Namun Dashi telah menyelesaikan ceramahnya!” tegas Upasaka Fu.

Di lain waktu, ketika upasakaFu sedang mebabarkan Dharma, kaisar datang dan seluruh hadirin memberi hormat kepada kaisar. Saat itu hanya upasakaFu yang duduk diam tidak bergerak. Seseorang menyuruhnya memberi hormat sambil bertanya, “Mengapa anda tidak berdiri ketika Yang Mulia datang?” Upasaka Fu menjawab, “Jika alam Dharma kacau, maka seluruh dunia akan kehilangan damainya.”

Suatu hari lagi, sambil memakai jubah kasaya Buddhis, topi Taois dan sepatu Konfusian, upasaka Fu memasuki istana. Kaisar yang bingung oleh cara berpakaian yang aneh itu bertanya, “Apakah andabhiksu Buddhis?” Upasaka Fu menunjuk topinya. “Lantas apakah anda pendeta Taois?” UpasakaGfu menunjuk sepatunya. “Jadi anda manusia duniawi?” Upasaka Fu menunjuk jubah kasayanya. Lalu beliau menulis syair:

“Dengan topi Taois, kasaya Buddhis dan sepasang sepatu Konfusian

Saya telah mengharmoniskan tiga ajaran menjadi satu keluarga besar!”

Setelah itu bhiksu Baozhi di istana memberitahu Kaisar Liang bahwa Fu Dashi adalah tubuh penjelmaan Bodhisattva Maitreya, sedangkan Bodhidharma adalah tubuh penjelmaan Bodhisattva Avalokitesvara.

Pembuat Roda Doa Buddhis Pertama Kali

Legenda dan sejarah mengisahkan bahwa FuDashi adalah yang pertama kali membuat roda doa Buddhis. Berbeda dengan Tibetan yang menggunakan roda mantra kecil dan sedang, maka UpasakaFu membuat roda sutra besar yang bisa diputar. Roda sutra ini disebut sebagai lunzang / rinzo dan terdapat dalam ruangan bernama kyodo atau zoden. Roda sutra ini sebenarnya digunakan bhiksu untuk menyimpan sutra dan memudahkan mereka mengambil namun umat juga dapat memutarnya sambil berdoa dan membangkitkan tekad, dipercaya kebajikan ini sama dengan kebajikan membaca sutra-sutra tersebut.

Penghormatan MahasattvaFu di Jepang

Berasal dari Tiongkok, Mahasattva Upasaka Fu malah lebih banyak dihormati di Jepang. Vihara-vihara yang menghormati Fu Dashi antara lain Seiryo-ji, viharaHuayan di Kyoto; Yoshimene-dera, kuil Avalokitesvara di Kyoto dan vihara Zen Myoshin-ji di Kyoto juga. Berbarengan dengan altar MahasattavaFu di sana juga didirikan roda sutra lunzang yang biasa dapat dijumpai di belakang rupang sang Mahasattva. Beliau dihormati sebagai sesepuh oleh tradisi Chan (Zen) dan Tiantai (Tendai).

Sumber: http://terebess.hu/zen/fuxi.html

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *