Kematian Bagi Umat Sam Kauw – Oleh Marga Singgih

Kamis, 24 September 2020.

Merawat Etika
Menjaga Budaya
Menghormat Leluhur

Sepenggal yang saya ketahui dari catatan kuno.
Kematian Bagi Umat Sam Kauw 
Oleh Marga Singgih

  1. Kematian itu bukan akhir dari kehidupan,  Kematian merupakan awal kehidupan (filosofi Timur) karena umat Sam Kauw percaya ada nya Proses Cut Si / Kelahiran Kembali yang lambangkan dengan persembahan Sam Seng / tiga daging sebagai lambang tiga alam kehidupan yaitu
    > Alam atas (bahagia) : burung / ayam
    > Alam tengah (standard) : babi
    > Alam rendah (derita) : ikan
    .
  2. Kematian disambut dengan warna putih sebagai simbol Cut Si / kelahiran kembali.
    Layak nya seperti sebuah buku dengan kertas putih pada halaman baru.
    Selesai halaman di tulis, akan lanjut ke halaman baru yang masih putih.
    Maka acara duka diperlambang dengan warna putih :
    > To Wi / Taplak meja putih
    > Hordeng putih
    > Lilin putih
    > Toa Ha putih
    > Kaos oblong putih
    > Baju putih
    > Iket Kepala putih
    > Iket tangan putih
    > Kain Kerudung (wanita) putih.
    .
  3. Sedangkan agama Samawi dengan filosofi barat memandang kematian adalah akhir dari kehidupan sehingga terkesan sedih / Duka sehingga disambut dengan warna hitam.
    .
  4. Hio yang digunakan adalah batang warna Hijau selama masa berkabung.
    Lama nya masa berkabung ditentukan oleh kesepakatan keluarga inti.
    Kepatutan lama nya masa berkabung adalah 3 (tiga) tahun.
    Seorang anak sejak lahir maka baru di sapih (lepas ASI mama setelah usia 3 tahun / 3 ship terlewati).
    Namun saat ini ada banyak keluarga yang sepakat untuk berkabung hanya 1 tahun / 100 hari / 49 hari / 7 hari.
    Setelah lewat masa berkabung maka menggunakan hio batang merah.
    Selama masa berkabung maka seluruh anggota keluarga sepatutnya tidak memakai pakaian berwarna cerah (merah, orange / jingga, serta kuning) & hindari memakai perhiasan / berhias diri yang mencolok sebagai simbol masih dalam suasana prihatin / berduka.
    Keluarga berduka masih boleh mendengarkan lagu, menonton TV / Film /  pergi ke kondangan / acara pesta tapi tetap jaga sikon prihatin dan tidak melakukan tindakan hura hura yang tidak pantas.
    .
  5. Keluarga berduka juga dianjurkan untuk tetap sembahyang / beribadah ke wihara dan atau klenteng + Membacakan Liam Keng (Nien Cing, Paritta, Mantra) / Meditasi / Fang Sen untuk mengobati luka batin & kesedihan karena ditinggal oleh alm / almh.
    Jadi larangan untuk tidak boleh sembahyang / ibadah / kebaktian adalah larangan yang tidak benar.
    .
  6. Keluarga berduka :
    Boleh pergi ke acara pernikahan bila diundang.
    Boleh Sembahyang Peh Cun + makan bacang
    Boleh Sembahyang Tiong Ciu + makan kue Bulan
    Boleh Sembahyang Tang Ce + makan onde
    .
  7. Penggunaan hio batang merah boleh dilakukan bila alm / almh yang meninggal itu sudah mencapai Ngo Tai / Lima generasi.
    Jadi bukan berdasarkan alm / almh berusia 70 tahun / 80 tahun ke atas.
    Contoh,
    1. Cucu
    2. Anak
    3. Papa Mama
    4. Akong Amah
    5. Kongco Makco
    Bila Kongco/Makco yang meninggal maka persembahyangan menggunakan hio batang merah, lilin merah, hordeng merah, To Wi merah, Toa Ha merah, Baju / kaos merah, iket kepala merah, gelang tangan kain merah.
    .
  8. Gin Coa / Kertas perak dibakar untuk alm / almh.
    Kim Coa / Kertas emas atau Toa Kim (Kertas emas besar) dibakar untuk dewa dewi / Sin Beng / Posat Mohosat.
    Gin Coa & Kim Coa tersebut dibakar sebagai pertanda  persembahyangan selesai dilaksanakan.
    .
  9. Meja abu adalah altar / meja sembahyang untuk alm / almh.
    Hio Lo (pendupaan) di meja abu tersebut biasanya berisi abu gosok / beras agar mudah untuk menancapkan hio.
    Hio Lo di meja abu bukan lah berisi abu jenasah.
    Sembahyang kepada alm / almh menggunakan dua batang Hio hijau.
    Dua batang sebagai simbol Im & Yang.
    Sifat Duniawi yang selalu Im & Yang.
    .
    Sembahyang kepada dewa dewi / Sinbeng / Posat Mohosat juga kepada Dewa Tanah  (To Te Kong / Te Cu Kong / Tu Ti Pa Kung) menggunakan tiga batang hio merah sebagai simbol Tian Ti Ren / Tian Te Jin (Langit Bumi Mahluk) sebagai satu kesatuan yang mengatasi keduniawian.
    .
  10. Menu persembahan (minimal) di atas meja abu adalah :
    > Air putih sebagai simbol kerendahan hati / tidak sombong karena air selalu mengalir ke tempat yang rendah.
    > Nasi putih sebagai simbol kerukunan keluarga (anak, cucu, dan menantu) yang ditinggal oleh alm / almh.
    > Sawi / Seledri berakar yang direbus sebagai simbol bahwa keluarga harus ingat selalu kepada leluhur yang telah meninggal dunia. Bila tidak ada orang tua maka tidak ada kita.
    > Makanan, minuman, buah², manisan, bunga dll silahkan dipersembahkan sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga sebagai tanda penghormaran & bakti yang tulus / ikhlas.Kalo alm / almh semasa hidupnya senang dengan menu Sushi Tei / Steak Sirloin / Bakmi GM / Es Teller 77 / Duren Montong / Gado Gado / Mc. D – KFC / Soto Tangkar / Nasi Campur Kaca Mata / Asinan Bogor / Bread Talk / J. Co Donuts / Starbucks maka juga boleh dipersembahkan.
    Toh pada akhir nya semua persembahan tersebut juga boleh dimakan oleh anggota keluarga. Jangan dibuang dong….

    Adalah tidak benar bila dikatakan bahwa semua persembahan makanan di atas meja abu tersebut sudah disedot sari nya oleh alm almh.
    Lebay..
    .

  11. Jenazah alm / almh boleh dikubur atau dikremasi tergantung kesepakatan keluarga dan atau mengikuti permintaan alm / almh dan atau sesuai kondisi ekonomi keluarga yang berduka.
    .
  12. Perhitungan hari meninggal ke 3 / 7 / 49 / 100 maka hari pertama nya adalah hari Pemakaman / Penguburan / Kremasi
    Misalkan hari meninggal tgl 15
    Pemakaman / kremasi tgl 17
    Maka tgl 17 adalah hari pertama.Kalo peringatan sembahyang Cue ki / Co ki atau Sembahyang Hari Meninggal yang ke 1 tahun atau 3 tahun maka dihitung dari tanggal meninggal sesungguh yang berdasar penanggalan Im Yang Lek.
    .
  13. Tradisi / kebiasaan tersebut adalah adat budaya yang berbeda di setiap daerah dan belum pernah sama seragam.
    Yang jelas semua adat budaya kebiasaan tersebut tidak ada yang tercantum dalam kitab suci (Agama Buddha, Agama Khonghucu, Agama Tao).Semua kebiasaan / adat budaya tersebut adalah cerita turun temurun yang dapat berubah sesuai kondisi zaman nya.
    Bila membawa manfaat bagi keluarga & masyarakat maka biasanya kebiasaan adat budaya tersebut akan bertahan ratusan tahun (berabad-abad).

    Sama sama komunitas Hokkian bisa berbeda.
    Sama komunitas Hakka / Khek bisa berbeda
    Sama sama komunitas Teo Ciu bisa berbeda
    Sama sama komunitas Peranakan bisa berbeda
    .

Kebiasaan adat Budaya selalu dinamis berkembang sesuai dengan kondisi & zaman nya.
Maka dari itu disebut sebagai Kontekstual.

Demikian, semoga bermanfaat.

???

Marga Singgih

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *