Dewa Matahari dan Dewi Rembulan – Ri Shen dan Yue Shen

Ri Shen (Jit Sin – Hokkian) yaitu Dewa Matahari secara umum disebut Tai Yang Gong (Thay Yang Kong – Hokkian) atau Paduka Surya, dan Yue Shen (Gwa< Sin – Hokkian) seringkali disebut Tai Yin Niang (Thay Im Nio – Hokkian) atau Ibu Candra.

Pemujaan terhadap bulan, matahari sudah ada sejak jaman purba dan bukan hanya monopoli bangsa Tiongkok saja. Pemujaan ini termasuk pemujaan kenegaraan di mana para pegawai kerajaan bersujud dan menyediakan sesaji di depan papan roh Dewa Matahari. Sedang pemujaan terhadap Dewi Rembulan diadakan bertepatan dengan pesta panen disaat bulan purnamanya, tanggal 15 bulan 8 Imlik. Pada saat ini biasanya orang-orang bersama keluarganya menyalakan Hio dan bersujud kepada Dewi Rembulan di halaman rumah mereka.

Ri Shen atau Dewa Matahari dikenal juga dengan nama Tai Yang Di Jun (disingkat Tai Yang Gong saja), Yue Shen atau Dewi Rembulan disebut juga Tai Yin Huang Jun (Tai Yin Niang) atau Yue Fu Chang E (Chang E dari istana rembulan).

Tai Yang Di Jun yang terkenal dengan nama Hou Yi adalah seorang pemanah ulung. Dikisahkan pada masa itu adalah tahun XII pemerintah kaisar Yao (2346 SM). Bencana besar sedang menimpa negerinya, kekeringan menghancurkan seluruh lahan pertanian sehingga kelaparan terjadi dimana-mana. Malapetaka itu disebabkan karena ada sepuluh matahari yang bersama-sama muncul di angkasa. Konon kesepuluh matahari itu adalah putra-putri Dewa tertinggi yang berkuasa di langit bagian timur yaitu Di Jun (Tee Cun — Hokkian). Karena tidak dapat mentolelir lagi ulah putra-putranya dan juga karena doa-doa permohonan yang terus menerus dilakukan kaisar Yao, Di Jun merasa perlu melakukan tindakan untuk menghentikan perbuatan mereka. Sang Dewa lalu memanggil seorang malaikat sakti, yaitu Hou Yi, untuk turun ke dunia, tapi ia berpesan supaya putra-putranya itu diberi pelajaran saja, jangan sampai dibunuh. Hou Yi lalu turun ke dunia bersama istrinya, seorang dewi yang cantik jelita. Chang E (Siang Go — Hokkian).

Hou Yi lalu menemui kaisar Yao. Melihat keadaan dunia pada waktu itu, Hou Yi sangat marah. Tanpa memperdulikan pesan Di Jun, dipanahnya matahari itu satu persatu dan hanya tinggal satu saja. Melihat Hou Yi tidak menuruti perintahnya, Di Jun menaruh dendam. Sejak saat itu Hou Yi tidak bisa kembali kelangit lagi untuk menjadi malaikat. Mcskipun demikian Hou Yi masih terus melanjutkan usahanya menyelamatkan rakyatnya dari malapetaka dengan membasmi bermacam-macam binatang aneh yang menggangu rakyat. Keberanian dan kegagahannya, menjadi Hou Yi dipuja sebagai pahlawan.

Chang E, istri Hou Yi, karena perbuatan Hou Yi ini, tidak dapat kembali ke langit untuk menjadi dewi. Dia menjadi kesal sekali. Sejak itu hubungannya dengan Hou Yi menjadi dingin dan renggang. Mereka sering bertengkar. Untuk melepas kesepiannya, Hou Yi sering pergi bercengkerama dengan diiringi beberapa pengiringnya. Pada suatu hari Hou Yi bertemu seorang dewi dari sungai Luo yang bernama Mi Fei. Mi Fei adalah istri He Bo (Malaikat Sungai). He Bo adalah seorang dewa yang tampan, tapi bertabiat buruk karena banyak mempunyai pacar gelap. Mi Fei sangat masgul akan kelakuan suaminya yang makin hari makin gila itu. Oleh karena itu ketika ia bertemu Hou Yi yang senasib, mereka segera tertarik satu sama lain.

He Bo marah sekali. la kemudian berubah menjadi naga dan bermaksud menghajar Hou Yi, tetapi Hou Yi memanah mata kirinya. Mi Fei, melihat suaminya terluka akibat perbuatannya, menjadi sangat menyesal. Karenanya lalu memutuskan hubungan dengan Hou Yi. Hubungan Hou Yi dengan istrinya Chang E tetap saja dingin. Suatu hari Hou Yi pergi ke gunung Gun-lun Shan menemui Xi Wang Mu untuk meminta obat hidup abadi. Xi Wang Mu meluluskan permintaannya. Yi sangat gembira, sebab dengan obat tersebut ia sekarang punya kesempatan untuk menjadi malaikat lagi.

Pada suatu hari, selagi Hou Yi tidak ada di rumah, Chang E melihat seberkas sinar putih yang menyorot turun dari sebuah tiang penyangga atap, bersamaan dengan itu serangkum bau yang semerbak memenuhi ruangan. Dengan tangga, dicarinya sumber cahaya dan bau harum itu, disitulah ia menemukan obat hidup abadi yang disimpan Hou Yi. Tanpa pikir panjang ditelannya obat itu, tiba-tiba saja ia merasakan badannya menjadi ringan dan terapung-apung di angkasa. Malam itu bulan bersinar terang sekali, Chang E terbang melayang terus ke arah rembulan itu, dan bersembunyi di sana.

Istana rembulan di luar dugaan Chang E, ternyata sunyi sekali. Di sana hanya ada seekor kelinci yang tak pernah berhenti menumbuk obat di lumpang dan sebatang pohon kayu manis. Chang E sangat kesepian disini, tapi ia tak mungkin turun ke dunia dan bertemu dengan suaminya lagi. Ia mulai menyesal dan mulai mengenang kebaikan suaminya. Dia tinggal selama-lamanya di bulan dan menjadi lambang Yin atau unsur betina.

Hou Yi, ketika menyadari bahwa obat hidup abadinya telah dicuri istrinya, lalu mengejar ke angkasa. Tapi angin taufan membawanya terhampar di atas sebuah gunung. Di puncak gunung itu terdapat sebuah istana yang dihuni Dong Wang Gong atau Dong Hua Di Jun “Tak usah kau masgul. Sekarang istrimu telah menjadi dewi di bulan. Dan kamu sendiri karena keberanian dan kegagahanmu pantas untuk menjadi dewa. Untukmu telah disiapkan sebuah istana di matahari untuk menjadi tempat tinggalmu. Dan sejak sekarang Yang dan Yin akan bersatu selama-lamanya”, kata Dong Wang Gong. Lalu ia memberi sebuah kue dan sebuah jimat yang bisa menyebabkan ia tahan terhadap dinginnya bulan bila datang mengunjung Chang E. Di rembulan didapatinya Chang E sedang termenung kesepian. Yi mengatakan bahwa ia tidak akan mempersoalkan masalah pencurian obat, sebab keduanya sekarang sudah menjadi dewa. Di bulan Yi mendirikan sebuah Istana Guang Han Gong (Istana Kesejukan Abadi) untuk tempat tinggal Chang E.

Sejak itulah Dewa Matahari dan Dewi Rembulan mempunyai wilayah masing-masing.

Kaisar Yao kemudian mengangkat Hou Yi menjadi Zhong Bu Shen, Malaikat yang bertugas menghindarkan penduduk dari bencana alam dan musibah lain. Lama-kelamaan Zhong Bu Shen ini dianggap pelindung rumah tangga dan mampu menguasai roh-roh jahat dan menolak bala. Gambarnya dipasang di rumah-rumah penduduk. Jadi Yi kecuali dianggap sebagai Tai Yang Gong (Dewa Matahari) juga disebut Zhong Bu Shen. Sedangkan Chang E diseu ut sebagai Tai Yin Niang atau Dewi Rembulan.

Di Taiwan pada jaman pemerintahan Zheng Cheng Gong, tanggal 9 bulan 3 Imlik, tanggal meninggalnya kaisar dinasti Ming yang terakhir, selalu diperingati dengan memakai sesaji tiga macam binatang yaitu babi, sapi dan kambing (tiga macam binatang ini disebut tai-lao) untuk upacara sembahyang. Memasuki jaman dinasti Qing, untuk menghormati kaisarnya, rakyat memakai kue dari terigu yang dibentuk seperti sapi, babi dan kambing untuk mengganti tai-lao. Untuk menghindari campur tangan pemerintah dinasti Qing, mereka mengatakan memperingati Tai Yang Gong. Sejak itu, hari She-jietnya Tai Yang Gong, dialihkan menjadi tanggal 19 bulan 3 Imlik. Sinar matahari dianggap sebagai lambang Ming (terang) dan panasnya dianggap sebagai lambang Zhu (merah). Dengan memuja Tai Yang Gong berarti rakyat tetap mengenang dinasti Ming dengan kaisarnya dari keluarga Zhu.

Sedangkan peringatan Zhong Qiu (Tiong Tjhiu – Hokkian) yang jatuh pada tanggal 15 bulan 8 (Pwee Gwee Cap Go) dianggap sebagai hari lahirnya Tai Yin Niang alias Chang E. Umumnya mereka beisembahyang dengan menyediakan sebuah meja kecil di kebun pada saat bulan purnama dengan menyajikan buah-buahan dan bunga segar.

Pemujaan terhadap bulan dan matahari ini hanyalah sebagai penghormatan terhadap keduanya, jarang diwujudkan dalam bentuk patung atau gambar. Umumnya orang-orang menghadap ke arah kedua benda angkasa itu saat bersembahyang, jarang ada kelenteng yang didirikan untuk mereka. Di Tainan hanya ada sebuah kelenteng saja yang terdapat patung Dewi Rembulan dan Dewa Matahari, yaitu di kelenteng San Guan Tang. Di Indonesia pemujaan terhadap Matahari dan Rembulan amatlah sedikit. Dari pengamatan kami pemujaan terhadap Dewi Rembulan dan Dewa Matahari dapat kita jumpai di kelenteng di JI. Gondoman, Yogyakarta.

Kelenteng Giok Hong Tian di Singapura meletakkan Tai Yang Gong dan Tai Yin Niang di kanan dan kiri altar utama Yu Huang Da Di. Kelenteng Guan Yin Tang, jalan Telok Blangah Drive di kota itu, juga menempatkan pemujaan terhadap Tai Yang Gong dan Tai Yin Niang.

Sumber: Buku Dewa-Dewi Kelenteng, Yayasan Kelenteng Sampookong, Gedung Batu – Semarang, 1990

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *