Dasar – Dasar Perkawinan

Dasar – Dasar Perkawinan

Oleh Marga Singgih

.
1. Pengertian keluarga

Keluarga adalah suatu ikatan / perserikatan / persatuan hidup atas dasar perkawinan antara 2 orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki – laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak anak, baik anak sendiri atau anak adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (tinggal dan hidup dalam satu atap rumah tinggal).

Menurut Undang – Undang No. 1 Tahun 1974, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dan perempuan sebagai suami istri dalam suatu pernikahan yang sah dengan maksud membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan yang Maha Esa. Sedangkan pernikahan yang sah ialah pernikahan yang berlandaskan ketentuan hukum yang berlaku serta agama dan kepercayaan nya masing masing.

Bila perkawinan tersebut telah dilaksanakan secara adat dan juga agama maka perkawinan tersebut dikatakan sebagai pernikahan yang sah di mata masyarakat namun masih belum sah di mata hukum/negara bila belum didaftarkan di Kantor Catatan Sipil. Menurut Undang – Undang No. 1 tahun 1974, bahwa salah satu syarat untuk mendapatkan Akta Pernikahan di Kantor Catatan Sipil maka terlebih dahulu harus melakukan Upacara Perkawinan secara Agama yang mana dibuktikan dengan Surat Nikah dari Agama yang bersangkutan.

Bilamana tidak mendapatkan Akta Pernikahan yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil maka pernikahan tersebut tidak sah secara hukum / negara sehingga anak anak yang lahir dari perkawinan tersebut menjadi anak dengan status anak di luar nikah dari ibu yang bersangkutan dan nama ayah yang bersangkutan tidak tertulis di dalam Akta Kelahiran anak. Dengan demikian secara hukum / negara maka anak tersebut bukan ahli waris dari sang ayah tapi ahli waris dari sang ibu.

Lain hal nya bila pasangan suami istri memiliki Akta Pernikahan dari Kantor Catatan Sipil maka semua anak yang lahir dari pasangan suami istri tersebut menjadi anak sah dari pasangan tersebut yang tertulis di dalam Akta Kelahiran anak dan dengan sendirinya menjadi ahli waris yang sah dari pasangan suami istri tersebut.

Sedangkan anak adopsi adalah bukan anak kandung yang diperoleh oleh pasangan suami istri atau seorang laki laki atau seorang perempuan berdasarkan prosedur yang benar dan tidak melanggar hukum dan kemudian mendapat pengesahan Pengadilan Negeri setempat.

Kehidupan perkawinan tidak boleh dilandasi oleh sifat mementingkan diri sendiri atau memanfaatkan pasangannya untuk kepentingannya. Menikah harus merupakan keputusan pribadi sehingga ia bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya itu.

Pada umumnya orang memutuskan untuk melaksanakan perkawinan karena atas dasar cinta dan ingin memperoleh keturunan dari orang yang dicintai dan yang mencintainya. Namun ada juga beberapa alasan lain yang mendorong seseorang untuk kawin seperti:

Kawin karena dijodohkan
Kawin karena kesepian
Kawin karena kedudukan sosial
Kawin karena untuk mendapatkan status
Kawin karena dorongan seksual semata mata
Kawin karena ingin lari dari kenyataan
Kawin karena ingin jaminan sosial & ekonomi
.
2. Fungsi keluarga

Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan tanpa atau dengan anak (anak kandung dan atau anak adopsi). Keluarga memiliki fungsi fungsi sebagai berikut:

Fungsi Pengaturan Seksual (yang berbudaya dan legal)
Fungsi Reproduksi (memperoleh keturunan)
Fungsi Perlindungan dan Pemeliharaan
Fungsi Pendidikan
Fungsi Sosialisasi
Fungsi Perwujudan Kasih Sayang dan Rekreasi
Fungsi Ekonomi
Fungsi Status Sosial
.
3. Kewajiban anggota keluarga

Terbentuknya keluarga adalah karena adanya perkawinan antara dua individu yang berlainan jenis. Jadi keluarga yang baru saja terbentuk terdiri dari suami dan istri yang selanjutnya akan disusul oleh anggota keluarga yang lain yaitu anak (kandung atau adopsi)

Seseorang yang belum berkeluarga mempunyai kedudukan sebagai anak dari orang tua nya maka dengan sendirinya mempunyai hak dan kewajiban sebagai anak. Namun setelah mereka berkeluarga maka dengan sendirinya mereka mempunyai tambahan hak dan kewajiban yang baru yaitu hak dan kewajiban sebagai suami atau istri.

Kewajiban orang yang sudah berkeluarga tidak hanya terbatas pada hubungan suami istri semata tetapi juga masih mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan sebagai konsekuensi dari hasil perkawinan yaitu tugas & kewajiban yang ada hubungan nya dengan anak.

Seperti tercantum dalam Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 31 ayat 3 yang berbunyi bahwa: “Suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga”

Dengan demikian maka jelaslah bahwa suami sebagai kepala keluarga mempunyai kewajiban untuk memimpin, membimbing, mendidik dan melindungi serta mencari nafkah/keperluan lain bagi anak dan istrinya.

Dalam Samyutta Nikaya I, 215 dijelaskan bahwa bagi seorang kepala rumah tangga terdapat 4 hal yang wajib untuk dimiliki yaitu:

  • Kejujuran dan selalu menepati janji kepada orang lain
  • Pengendalian pikiran yang baik
  • Kesabaran dalam menghadapi setiap persoalan
  • Kemurahan hati terhadap mereka yang pantas untuk diberi

Sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga berkewajiban untuk membantu suami dalam menyelamatkan rumah tangga, mengatur rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak, menyediakan makanan / minuman dan segala keperluan keluarga sehari hari.

Berdasarkan Sigalovada Sutra (Digha Nikaya III, 190) maka seorang istri yang mencintai suami nya mempunyai kewajiban sebagai berikut:

  • Melakukan semua tugas kewajiban nya dengan baik
  • Bersikap ramah kepada keluarga dari kedua belah pihak
  • Setia kepada suami nya
  • Menjaga baik baik barang barang yang dibawa/diberikan suami nya
  • Pandai dan rajin dalam melaksanakan semua pekerjaan nya

Dalam Sigalovada Sutra (Digha Nikaya III, 189) disebutkan bahwasanya orang tua mempunyai lima kewajiban terhadap anak nya sebagai berikut:

  • Mencegah anak berbuat jahat
  • Menganjurkan anak berbuat baik
  • Memberikan pendidikan yang baik kepada anak
  • Mencarikan pasangan yang sesuai untuk anak
  • Menyerahkan harta warisan kepada anak pada saat yang tepat

Selanjutnya juga dijelaskan kewajiban anak terhadap orang tua nya atau dengan lima cara seorang anak memperlakukan orang tua nya:

  • Dahulu aku telah dipelihara / dibesarkan oleh kedua orang tua maka sekarang aku akan menyokong orang tua
  • Aku akan melakukan tugas tugas kewajiban ku kepada kedua orang tua
  • Aku akan menjaga baik baik garis keturunan dan tradisi keluarga
  • Aku akan membuat diriku layak untak menerima warisan dari kedua orang tua
  • Aku akan mengurus persembahyangan kepada orang tua dan sanak keluarga yang telah meninggal dunia

4. Keluarga harmonis yang bahagia

Perkawinan adalah perpaduan dua pribadi. Tidak mudah mempersatukan dua pribadi yang memiliki watak, sikap, dan latar belakang hidup yang berbeda antara satu dengan lainnya. Karena itu perkawinan yang tidak dipersiapkan dan dibina sejak awal dengan baik akan meningkatkan resiko kegagalan yang dapat menyebabkan perceraian.

Suatu perkawinan tidak dapat diharapkan langsung berhasil tanpa proses pembelajaran/pemahaman hal – hal apa saja yang perlu diketahui sebelum dan sesudah perkawinan itu berlangsung. Perkawinan yang tidak harmonis sering menjadi penyebab utama hubungan orang tua dan anak yang tidak harmonis pula.

Kegagalan perkawinan menyebabkan penderitaan pada setiap anggota keluarga yang terlibat baik suami, istri maupun anak – anak yang mana penderitaan tersebut dapat menjadi berkepanjangan dan mempengaruhi kehidupan masa depan anggota keluarga tersebut.

Setiap keluarga atau pasangan calon keluarga selalu mendambakan terciptanya keluarga harmonis yang bahagia sehingga banyak keluarga yang mengusahakan kebahagiaan dengan berbagai jalan dan upaya. Bahkan kemudian mereka juga menempa anak anak nya agar mampu mempersiapkan diri dalam membentuk kehidupan keluarga yang harmonis.

Keluarga harmonis yang bahagia adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani secara seimbang dan berkesinambungan serta dapat menyelesaikan masalah / persoalan / problem kehidupan rumah tangga nya dengan baik dan bijaksana.

Anguttara Nikaya II, 62 :

Apabila sepasang suami istri ingin selalu bersama sama (berjodoh) dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan yang akan datang maka ada empat hal yang harus diperhatikan yaitu keduanya (suami istri) harus:

  • Setara dalam Keyakinan (Sradha)
  • Setara dalam Moral (Sila)
  • Setara dalam Kemurahan Hati (Cagga)
  • Setara dalam Kebijaksanaan (Prajna)

Tiong Yong / Cung Yung (Tengah Sempurna) Bab XV:

Khong Hu Cu bersabda : “Tao (Jalan Kebenaran) dari seorang Budiman (kuncu) adalah bilamana diumpamakan perjalanan jauh, maka langkah nya tentu di mulai dari dekat, jika diumpamakan mendaki tempat yang tinggi maka harus dimulai dari bawah ”

Di dalam Kitab Su Keng dikatakan, : “Apabila istri dan anak anak nya dalam keadaan akur dan rukun maka itu lah laksana musik yang ditabuh dengan laras (harmoni). Apabila di antara sesama saudara juga dalam rukun dan akur (hamoni) maka seantero keluarga pun dapatlah menjadi rukun, gembira dan selamat bersama sama. Demikianlah seharusnya engkau berbuat dalam rumah tangga mu, akurkanlah dan gembirakanlah istri dan anak anak mu.”

Setelah membaca syair di atas, Khong Hu Cu bersabda : “Jikalau demikian maka pikiran orang yang menjadi ayah dan ibu pun akan turut juga menjadi laras (harmoni) dan tenteram karena nya.”

Mangala Sutra Bait 5 :

Menyokong / merawat ayah dan ibu.
Membahagiakan anak dan isteri.
Pekerjaan bebas dari keruwetan.
Itulah berkah utama

Lun Gi (Sabda Suci) Bab XII – 11:

Nabi Khong Cu bersabda: “ Pemimpin hendaklah dapat menempatkan diri sebagai pemimpin, pembantu sebagai pembantu, orang tua sebagai orang tua dan anak sebagai anak.”

Pangeran King (dari Negeri Cee) : “Siancai! Sungguh tepat. Kalau pemimpin tidak dapat menempatkan diri sebagai pemimpin, pembantu tidak sebagai pembantu, orang tua tidak sebagai orang tua, dan anak tidak sebagai anak, maka meskipun berkecukupan makanan, dapatkah menikmatinya?”

Beng Cu Bab III B, 2 – 2:

Setelah seorang laki laki menjalankan upacara mengenakan topi (tanda sudah akil baliq), sang ayah memberikan petuah petuahnya. Seorang anak perempuan ketika akan berangkat menikah, sang ibu memberikan petuah petuah nya. Ketika akan berangkat, di antar sampai di pintu lalu dinasehati: “ Anakku yang berangkat menikah, berlakulah hormat, berlakulah hati – hati, jangan berlawan – lawanan dengan suami mu”. Memegang teguh sifat menurut di dalam kelurusan itu lah Jalan Suci seorang wanita.”

To Tek Keng (Tao Te Cing) Bab VIII:

Kebajikan yang luhur bagai air, air selalu memberi keuntungan kepada segalanya tetapi tidak mencari jasa.
Air selalu mencari tempat yang paling rendah, di tempat yang kotor sekali pun maka air itu seperti sifat Tao.
Dimanapun orang budiman berada senantiasa dapat menyesuaikan diri. Hatinya senantiasa tenteram bagai air telaga yang dasar nya dalam, air yang diam tanda nya dalam, demikian pula dengan hati yang tenteram dimiliki orang yang berhati luhur. Dalam pergaulan dengan sesama nya selalu mencurahkan cinta kasih nya. Bicara nya lemah lembut dan dapat dipercaya. Dengan hati yang tenang dan jujur dapat menyelesaikan segala persoalan dengan bijaksana dan sempurna. Senantiasa mengerjakan tugas denganbaik dan semua gerakan nya dilakukan pada waktu yang tepat karena senantiasa mengalah.

5. Dewasa dalam perkawinan

Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa batas usia menikah paling sedikit 19 tahun untuk laki laki dan 16 tahun bagi perempuan. Batas usia dalam Undang Undang Perkawinan tersebut lebih menitikberatkan kepada kematangan secara jasmani.

Dengan bertambah kompleks nya problem kehidupan maka pada saat ini diperlukan tidak saja kematangan secara jasmani tetapi juga kematangan secara kejiwaan, kematangan secara sosial dan juga kematangan secara ekonomi. Karena nya agar perkawinan tersebut dapat menjadi langgeng, bahagia dan sejahtera maka dianjurkan atau dihimbau untuk meningkatkan batas usia menikah bagi laki laki menjadi minimal 25 tahun dan minimal 20 tahun untuk perempuan.

Kendati itu belum merupakan jaminan untuk mencapai keluarga harmonis yang bahagia.

Dasar Dasar Perkawinan yang kokoh ialah Keimanan Tridharma (Sam Kauw/San Jiao), Kasih Sayang (Jin/Ren, Maitri), Keterbukaan / Dapat dipercaya (Sin), Kesetiaan (Tiong/Cung, Satya), Kesusilaan (Lee/Li, Sila) dan Kebijaksanaan (Ti/Ce, Prajna) yang memiliki ciri ciri diantaranya ialah:

Tanpa Pamrih demi kepentingan pribadi.
Bersedia berkorban (kesediaan suami dan atau istri untuk menanggung beban perkawinan demi kepentingan bersama).
Menerima tanggung jawab dalam suka dan duka pada setiap masalah yang dihadapi dalam perkawinan.
Saling Tenggang Rasa (Tepa Selira) untuk memberi dan menerima cinta dengan senang hati tanpa banyak menuntut. Apa yang kita tidak ingin orang lain lakukan kepada kita maka jangan lah kita perlakukan kepada orang lain.
Menerima pribadi pasangan (suami atau istri) sebagaimana adanya tanpa menuntut untuk berubah secara drastis.
Merelakan pasangan nya untuk memiliki kebebasan beraktifitas secara positif.

Ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilih suami atau istri sebagai pasangan hidup sebelum perkawinan itu dilangsungkan, yang mana pertimbangan tersebut akan menjadi dasar bagi pasangan suami istri dalam membina rumah tangga sehingga akan terciptanya suatu rumah tangga yang harmonis, serasi dan selaras serta seimbang. Ada pun faktor faktor yang patut dipertimbangkan tersebut di antara nya ialah:

  • Faktor Agama. Merupakan faktor yang amat penting dalam menunjang perkawinan yang harmonis/ bahagia karena keimanan akan ajaran Agama akan menjadi landasan yang kokoh dalam mengarungi bahtera perkawinan yang penuh dengan gelombang masalah/persoalan.
    Faktor Kepribadian. Yang ditandai dengan kematangan dan kemampuan bertanggung jawab dalam menyesuaikan diri dengan pasangan (termasuk keluarga pasangan) nya, dapat menerima dan memberi kasih sayang yang tulus.
    .
  • Faktor Ekonomi. Sering kali problem ekonomi menjadi faktor pemicu keretakan dalam rumah tangga, kendati bukan yang utama tetapi pasangan(suami atau istri) yang akan memasuki perkawinan harus siap untuk bekerja dan mencari nafkah
    .
  • Faktor Pendidikan. Dalam era teknologi yang kian maju maka pendidikan merupakan faktor yang cukup penting untuk menunjang keberhasilan keluarga dalam memenuhi tuntutan ekonomi. Namun dalam hal perkawinan ini maka sebaiknya dianjurkan untuk memilih pasangan yang tingkat pendidikannya tidak terlalu jauh berbeda
    .
  • Faktor Umur. Meskipun usia tidak selalu menunjukkan tingkat kedewasaan namun disarankan sebaiknya usia suami lebih tua dari istri. Suami yang lebih tua biasa nya akan lebih mempunyai rasa tanggung jawab dan akan lebih dihormati oleh istrinya.
    .
  • Faktor Kesehatan Jiwa. Kesehatan Jiwa yang stabil terlihat dari emosi nya yang stabil, tenang, tidak gugup secara berlebihan, tidak mengalami ketergantungan terhadap zat adiktif / narkoba / psikotrapika / minuman keras. Ia memiliki identitas diri yang sehat sebagai laki laki atau perempuan (bukan homo/gay atau lesbian)
    .
  • Faktor Kesehatan Jasmani. Beberapa penyakit yang perlu diperhatikan yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan keluarga harmonis/bahagia di antara nya ialah Epilepsi, Cacat Tubuh, TBC Kronis, Penyakit Kelamin (HIV AIDS, Sipilis), Penyakit yang dapat diturunkan orang tua (Diabetes Militus, Talasemia, Hemofili). Pasangan yang akan melangsungkan perkawinan hendak nya mengetahui sejak awal tentang kesehatan jasmani calon suami atau istri nya itu agar supaya tidak menjadi faktor yang mengganggu. Waktu yang ideal melakukan cek kesehatan pranikah adalah sekitar enam bulan sebelum menikah sehingga selama 6 bulan tersebut jika terdapat problem pada pasangan maka masih cukup waktu untuk ditangani secara tepat. Pemeriksaan kesehatan ini untuk mencari solusi bagi pasangan tersebut apabila terdapat masalah dengan kondisi kesehatan pasangan. Kesehatan calon pasangan suami-istri menjadi salah satu faktor penentu kebahagiaan keluarga.
    .
  • Faktor Sosial Budaya. Perbedaan dalam latar belakang sosial budaya dapat pula menyebabkan perbedaan dalam tingkah laku sehari hari yang dapat menimbulkan kesalahpahaman dan prasangka negatif. Oleh karena itu diperlukan kematangan kepribadian agar dapat segera menyesuaikan diri sehingga dapat terjadi saling pengertian.
    .
  • Faktor Latar Belakang Keluarga. Perkawinan selalu melibatkan keluarga dari masing masing pihak. Oleh karena itu latar belakang keluarga pasangan tersebut perlu untuk diketahui terutama dalam hal keharmonisan orang tua pasangan nya tersebut. Pasangan yang berasal dari keluarga yang harmonis/bahagia akan memperbesar peluang untuk membina perkawinan yang bahagia pula. Demikian pula sebaliknya walaupun tidak selalu begitu.

6. Problem Keluarga

Problem adalah masalah / persoalan yang membutuhkan pemikiran untuk menemukan solusi pemecahannya. Problem yang muncul dalam diri seseorang dan tidak dapat diketemukan jalan pemecahan (solusi) nya maka akan sangat menggangu kehidupan individu tersebut.

Seseorang yang memiliki problem/persoalan/masalah yang belum terpecahkan solusi nya maka biasa nya akan mengalami tekanan jiwa yang mana bila tekanan jiwa tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang lama maka dapat mengakibatkan gangguan kejiwaan bagi individu yang bersangkutan. Maka perlu diupayakan agar problem / masalah / persoalan tersebut mendapatkan pemecahan (solusi) yang baik dan bijaksana.

Problem / masalah / persoalan yang biasanya terjadi dalam kehidupan rumah tangga dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  • Problem Seks (termasuk kemandulan)
  • Problem Kesehatan
  • Problem Ekonomi (sandang, papan, pangan)
  • Problem Pekerjaan
  • Problem Pendidikan
  • Problem Hubungan Intern dan antar keluarga
  • Problem Agama

Perceraian

Perceraian tidak dianjurkan dan juga tidak diajarkan di dalam Tridharma namun tidak menutup kemungkinan bahwa perceraian tersebut akhirnya terjadi juga dalam keluarga umat Tridharma. Ada beberapa perceraian (perpisahan) yang bisa terjadi di kalangan umat Tridharma di antara nya ialah percaraian karena alasan:

– Kematian / meninggal dunia.

– Keagamaan yaitu suami / istri menempuh langkah kerohanian yang lebih tinggi sehingga meninggalkan kehidupan sebagai perumah tangga dengan seijin dari suami / istri yang ada.

– Ketidakcocokan / perselisihan pendapat. Bila alasan perceraian karena kematian (meninggal dunia) dan Keagamaan maka kedua alasan tersebut adalah hal lazim yang masih dapat dipahami atau dimaklumi oleh masyarakat kebanyakan. Namun lain hal nya dengan perceraian karena alasan ketidakcocokan / perselisihan pendapat, walaupun banyak terjadi perceraian karena alasan tersebut akan tetapi biasanya menimbulkan pro dan kontra yang senantiasa berdampak negatif kepada anggota keluarga (terutama anak anak) yang ditinggalkan sebagai akibat dari perceraian tersebut, karena nya secara organisasi dan juga secara keagamaan Tridharma tidak pernah merestui perceraian dengan alasan ini.

Namun bila perceraian tersebut terjadi juga maka sebagai Warga Negara, umat Tridharma mengacu pada Undang Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Bab VIII Pasal 38 tentang Putusnya Perkawinan bahwa Perkawinan dapat putus karena: Kematian, Perceraian dan atas keputusan pengadilan. Dan bila pengadilan telah memutuskan perceraian tersebut maka masing masing pihak akan mendapatkan Akta Perceraian dari Kantor Catatan Sipil setempat

7. Resep Keluarga Harmonis

Mengapa orang menikah? Karena mereka jatuh cinta. Mengapa rumah tangganya kemudian bahagia? Apakah karena jatuh cinta? Bukan. Tapi karena mereka terus bangun cinta. Jatuh cinta itu gampang, 10 menit juga bisa. Tapi bangun cinta itu susah sekali, perlu waktu seumur hidup.

Mengapa jatuh cinta gampang? Karena saat itu kita buta, bisu dan tuli terhadap keburukan pasangan kita. Kita cuma menilai sesaat dalam waktu singkat tanpa pemahaman yang dalam.

Tapi saat memasuki pernikahan, tak ada yang bisa ditutupi lagi.

Dengan interaksi 24 jam per hari 7 hari dalam seminggu, semua belang tersingkap. Di sini letak perbedaan jatuh cinta dan bangun cinta. Jatuh cinta dalam keadaan menyukai. Namun bangun cinta diperlukan dalam keadaan jengkel. Dalam keadaan jengkel, cinta bukan lagi berwujud pelukan, melainkan berbentuk itikad baik memahami konflik dan bersama sama mencari solusi yang dapat diterima semua pihak.

Cinta yang dewasa tak menyimpan uneg – uneg, walau ada beberapa hal peka untuk bisa diungkapkan seperti masalah keuangan, orang tua dan keluarga atau masalah sex. Namun sepeka apapun masalah itu perlu dibicarakan agar kejengkelan tak berlarut.

Syarat untuk keberhasilan pembicaraan adalah kita bisa saling memperhitungkan perasaan. Jika suami istri saling memperhatikan perasaan sendiri, mereka akan saling melukai. Jika dibiarkan berlarut, mereka bisa saling memusuhi dan rumah tangga sudah berubah bukan surga lagi tapi neraka.

Apakah kondisi ini bisa diperbaiki? Tentu saja bisa, saat masing masing mengingat komitmen awal mereka dulu apakah dulu ingin mencari teman hidup atau musuh hidup. Kalau memang mencari teman hidup kenapa sekarang malah bermusuhan? Mencari teman hidup memang dimulai dengan jatuh cinta. Tetapi sesudahnya, porsi terbesar adalah membangun cinta. Berarti mendewasakan cinta sehingga kedua pihak bisa saling mengoreksi, berunding, menghargai, tenggang rasa, menopang, setia, mendengarkan, memahami, mengalah dan bertanggung jawab.

Mau punya teman hidup? Jatuh cinta lah.

Tetapi sesudah itu bangun lah cinta.

Ketika akan menikah :

Janganlah mencari istri tetapi carilah ibu bagi anak anak kita. Janganlah mencari suami tetapi carilah ayah bagi anak anak kita

Ketika melamar :

Anda bukan sedang meminta kepada orang tua si gadis tetapi meminta kepada Thian / Tikong (Tuhan) melalui orang tua si gadis karena Papa Mama adalah wakil nya Thian / Tikong di dunia

Ketika menikah :

Anda berdua menikah langsung dihadapan Thian / Tikong (Tuhan) di depan Meja Sembahyang Sam Kai sebagai perwujudan kebesaran Thian / Tikong (Tuhan) :

Thian Kuan Tai Tee = Penguasa Langit,
Sui Kuan Tai Tee = Penguasa Air dan
Tee Kuan Tai Tee = Penguasa Bumi/Tanah) serta

di hadapan Altar Sam Kauw Seng Jin / San Jiao Seng Ren (Sakyamuni Buddha, Kong Zi / Khong Hu Cu dan Lao Zi / Lo Cu) dan para Suci (Kongco, Makco, Sin Beng, Posat) dgn restu orang tua

Ketika resepsi pernikahan :

Catat dan hitung jumlah semua tamu yang datang untuk mendoakan anda karena anda harus berpikir untuk mengundang mereka kembali dan meminta maaf kepada mereka apabila anda bercerai karena anda telah menyianyia kan doa mereka.

Sejak malam pertama :

Bersyukur dan bersabarlah. Anda adalah sepasang anak manusia yang banyak kekurangan dan bukan sepasang dewa dewi yang mempunyai banyak kelebihan.

Selama menempuh hidup berkeluarga :

Sadarlah bahwa jalan kehidupan perkawinan yang akan dilalui tidak melulu jalan bertabur bunga tapi juga banyak semak belukar yang penuh duri dan batu kerikil.

Ketika biduk rumah tangga oleng :

Jangan saling menyalahkan dan jangan saling berlepas tangan tetapi sebaliknya justru harus semakin erat berpegangan tangan.

Ketika belum memiliki anak :

Anak (Laki laki atau perempuan) adalah jodoh, ikatan karma dan juga karunia Thian Tikong. Cintailah istri/suami anda 100%.

Ketika telah mempunyai anak :

Jangan bagi cinta anda kepada istri/suami dan anak anda. Tetapi cintailah istri/suami dan anak anak anda masing masing 100%.

Ketika ekonomi keluarga belum membaik :

Yakinlah bahwa pintu rejeki akan terbuka lebar berbanding lurus dengan Co Kong Tek / Co Ho Sim (Jasa Kebajikan) & Kedermawanan (kemurahan hati) dan keimanan. Menanam berarti memetik dan memberi berarti menerima.

Ketika ekonomi keluarga membaik :

Jangan lupa akan jasa pasangan hidup (istri/suami) yang setia mendampingi kita semasa menderita. Jangan lupa untuk tetap Co Kong Tek / Co Ho Sim (Menanam Jasa Kebajikan).

Ketika anda adalah suami :

Sesekali boleh bermanja manja kepada istri tetapi jangan lupa untuk bangkit segera bertanggung jawab bila istri/anak anak membutuhkan pertolongan suami.

Ketika anda adalah istri :

Tetaplah berjalan gemulai dan lemah lembut tetapi selalu berhasil menyelesaikan pekerjaan & menopang suami dan anak anak manakala diperlukan.

Ketika mendidik anak :

Jangan pernah berpikir bahwa orang tua yang baik adalah orang tua yang tidak pernah marah kepada anak dan selalu memenuhi kemauan anak. Yang ada adalah anak yang merasa tidak didengar oleh orang tua nya.

Ketika ada PIL (Pria Idaman Lain) :

Jangan diminum walaupun kelihatannya menarik, cukupkanlah suami saja sebagai obat yang menyehatkan.

Ketika ada WIL (Wanita Idaman Lain) :

Jangan dituruti, cukupkanlah istri saja sebagai pelabuhan hati.

Ketika ingin keluarga bahagia maka gunakan Formula 6 K :

  • Keimanan Tridharma
  • Kasih Sayang (Jin/Ren, Maitri)
  • Kejujuran/Dapat Dipercaya (Sin) dan Keterbukaan
  • Kesetiaan (Tiong/Cung, Satya )
  • Kesusilaan (Lee/Li, Sila )
  • Kebijaksanaan (Tie/Ce, Prajna )

Pesan kepada suami istri terdiri dari tiga patah kata “BUKAN” :

Kata pertama:

Pernikahan bukan 1 + 1 = 2, melainkan ½ + ½ = 1. Setelah menikah, kedua suami istri harus menghilangkan separuh dari watak individual masing-masing, suami istri harus memiliki persiapan mental untuk dapat melakukan kompromi dan saling mengalah, dengan demikian baru dapat membentuk sebuah mahligai rumah tangga yang sempurna. Muda-mudi sekarang pada awalnya selalu saja tertarik oleh “ketajaman” lawan jenisnya, namun selalu saja terluka oleh “ketajaman” pihak lawan. Jadi sebaiknya suami istri saling meredakan “ketajaman” diri sendiri dan mentolerir “ketajaman” pihak lawan, inilah kunci untuk pernikahan yang langgeng.

Kata kedua:

Cinta bukan mesra tak terpisahkan, melainkan harus bertenggang rasa untuk “memberi ruang”. Setelah menikah, setiap orang tetap memiliki lingkaran pergaulan masing-masing, jika antara suami isteri dapat bersikap tidak terlalu ingin tahu dan mau memberi sedikit ruang, sebaliknya ini akan semakin memiliki daya tarik, jika dapat memberikan ruang pada orang lain, berarti telah memberikan kebebasan pada diri sendiri. Harap ingat, pernikahan bukan memiliki pihak lawan, melainkan bersatu, bersatu itu bagaikan bersekutu, terlebih dahulu hrs menghormati pihak lawan.

Kata ketiga:

Rumah bukan tempat untuk membikin jelas siapa benar dan siapa salah, terlebih lagi bukan tempat untuk membuat perhitungan, rumah adalah tempat untuk membicarakan hal-hal tentang cinta. Bukankah ada sepatah kata: kaum lelaki adalah lumpur dan kaum wanita adalah air. Jadi perpaduan antara lelaki dan wanita hanyalah “lumpur encer dan lunak” (tiada prinsip). Pernikahan adalah dua orang yang menjalani hari-hari bersama, jika dalam setiap hal mau mengusut “prinsip hukum” sampai tuntas, maka itu hanya akan membuat capek kedua belah pihak.

Tujuh Kebiasaan yang Memperkaya Hidup

1. Kebiasaan mengucap syukur. Ini adalah kebiasaan istimewa yang bisa mengubah hidup selalu menjadi lebih baik. Umat Tridharma hendaknya bersyukur tidak saja untuk hal-hal yang baik , tapi juga dalam kesusahan dan hari-hari yang buruk sebagai bagian dari karma yang memang harus kita terima. Memang sulit untuk mengucap syukur terhadap segala ‘kesusahan’, ‘kegagalan’, hambatan’ maupun ‘kekurangan’ dan sejenisnya. Namun kita bisa belajar secara bertahap. Mulailah mensyukuri kehidupan, mensyukuri kesehatan, keluarga, sahabat dsb. Lama kelamaan kita bahkan bisa bersyukur atas kesusahan & situasi yg buruk.

2. Kebiasaan berpikir positif. “You are what you think!” Hidup dibentuk oleh apa yang paling sering kita pikirkan. Kalau selalu berpikiran positif, kita cenderung menjadi pribadi yang yang positif. Ciri-ciri dari pikiran yang positif selalu mengarah kepada kebenaran, kebaikan, kasih sayang, harapan dan suka cita. Sering-seringlah memantau apa yang sedang dipikirkan. Kalau terbenam dalam pikiran negatif, kendalikanlah segera ke arah yang positif. Jadikanlah berpikir positif sebagai kebiasaan dan lihatlah betapa banyak hal-hal positif sebagai kebiasaan dan lihatlah betapa banyak hal-hal positif yang akan dialami.

3. Kebiasaan menabur benih. Prinsip tabur benih ini berlaku dalam kehidupan. Pada waktunya kita akan ‘menuai’ apa yang kita ‘tabur’. Taburkanlah egoisme, kebencian antar kelompok, kemalasan, gosip, hasutan, adu domba dan sejenisnya dan……. Lihatlah dan buktikan apa yang akan dituai. Bayangkanlah, betapa kayanya hidup bila yang ditebar selalu benih ‘kebaikan’. Sebaliknya, betapa miskinnya bila yang rajin ditabur adalah keburukan.

4. Kebiasaan ber empati. Kemampuan berhubungan dengan orang lain merupakan kelebihan yang berharga. Dan salah satu unsur penting dalam berhubungan dengan orang lain adalah empati, kemampuan atau kepekaan untuk memandang dari sudut pandang orang lain. Orang yang ber empati cenderung bisa merasakan perasaan orang lain, mengerti keinginan nya dan menangkap motif dibalik sikap orang lain. Ini berlawanan dengan sikap egois, yang justru menuntut diperhatikan dan dimengerti orang lain. Meskipun tidak semua orang mudah ber empati, namun kita bisa belajar dengan membiasakan diri melakukan tindakan-tindakan yang empatik. Misalnya, jadilah pendengar yang baik, belajarlah menempatkan diri pada posisi orang lain, belajarlah melakukan lebih dulu apa yang kita ingin orang lain lakukan kepada kita.

5. Kebiasaan mendahulukan yang penting. Pikirkanlah apa saja yang paling penting, dan dahulukanlah !! Jangan biarkan hidup kita terjebak dalam hal-hal yang tidak penting sementara hal hal yang penting terabaikan. Mulailah memilah-milah mana yang penting dan mana yg tidak. Kebiasaan mendahulukan yang penting akan membuat hidup lebih efektif dan produktif dan berpengaruh terhadap pencitraan diri.

6. Kebiasaan bertindak. Bila kita sudah mempunyai pengetahuan, sudah mempunyai tujuan yang hendak dicapai dan sudah mempunyai kesadaran mengenai apa yang harus dilakukan, so langkah selanjutnya…… bertindaklah! Biasakan untuk menghargai waktu, lawanlah rasa malas dengan bersikap aktif. Kebanyakan orang yang gagal dalam hidup karena terlalu dikuasai ‘impian’ dan hanya mempunyai tujuan tapi……..gagal Melangkah! ” A journey of thousand miles begin with……a single step!”

7. Kebiasaan berlaku jujur. Kejujuran adalah bagian dari pribadi yang utuh. Ketidakjujuran merusak harga diri dan masa depan kita sendiri. Mulailah terbiasa bersikap jujur, tidak saja kepada diri sendiri tapi juga terhadap orang lain. Mulailah mengatakan kebenaran, meskipun mengandung resiko. Bila terpaksa perlu berbohong, kendalikanlah kebohongan sedikit demi sedikit.

Kepustakaan

TJUNG YUNG, terjemahan Tjan Khing Yong, Penerbit Gabungan Sam Kauw Indonesia, Jakarta, Cetakan Pertama, Juli 1956
TAO TEE CING, terjemahan Lim Tji Kay, Penerbit Yayasan BAKTI (Balai Kitab Tridharma Indonesia), Jakarta, Maret 1995
SU SI, terjemahan Matakin, Penerbit Yayasan BAKTI (Balai Kitab Tridharma Indonesia), Jakarta, Maret 1995
Bimbingan dan Konseling Keluarga, Dr. Sayekti Pujosuwarno, M.Pd, Penerbit Menara Mas, Yogyakarta, Cetakan Pertama, 1994
Kesehatan Jiwa Keluarga, dr.Lydia Harlina Martono,SKM dkk, Penerbit PT Pustaka Antara, Jakarta, Cetakan Pertama,1996
Mempersiapkan dan Membina Perkawinan, dr. Lydia Harlina Martono, SKM dkk, Penerbit PT Pustaka Antara, Jakarta, Cetakan Pertama, 1996
PSIKOLOGI KONSELING, Prof. Dr. H. Mohamad Surya, Penerbit Maestro, Bandung, Cetakan Pertama, 2003
Tuntunan Perkawinan & Hidup Berkeluarga Dalam Agama Buddha, Pandita Sasanadhaja & Dr. R. Surya Widya, Psikiater, Penerbit Yayasan Buddha Sasana, Jakarta, Maret 1996
Berbagai Sumber Multimedia tentang Perkawinan dan Keluarga Bahagia, 2010

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *