Bersembahyang Dengan Kesopanan

Oleh : Wisnu Murti Sri Budiarto

Sangat sering bagi kita umat Tridharma bersembahyang di kelenteng pada momen-momen Ce It & Cap Go dan hari-hari khusus perayaan-perayaan tertentu. Selain untuk memohon sesuatu, sudah sangat sering kita mengucapkan puji syukur kepada Thian dan Para Sin Beng sekalian pada segala kesempatan yang ada pada saat kita bersembahyang. Tetapi, sangat sering umat Tridharma tidak mengerti dan berangkat menuju kelenteng, mengambil lilin dan dupa selayaknya seperti di rumah seperti biasa. Maka dari itu, perlu adanya pemahaman lebih lanjut mengapa kita bersembahyang dan bagaimana penampilan kita seharusnya sebelum kita bersembahyang di kelenteng.

Pakaian

Beberapa Sin Beng, dulunya atau sekarang mendapat gelar Kaisar atau Ibu Suri yang sangat dihormati selayaknya seorang presiden atau raja. Contohnya, Y.M. Se Cia Mo Ni Fo dulunya adalah Seorang Pangeran di India yang meninggalkan segala keduniawian. Nabi Khong Hu Cu yang dulunya merupakan seorang Penasehat Kaisar, dan bahkan konon, Nabi Lo Cu juga pernah dimintai pendapat dari seorang Penasehat Kaisar, yaitu Nabi Khong Hu Cu sendiri.

Y.M. Kongco Hian Thian Siang Tee, yang sekarang memiliki gelar Kaisar Langit Utara, Y.M. Thian Siang Seng Bo yang seringkali diidentikkan dengan Ibu Suri Lautan, Y.M. Kongco Kwan Seng Tee Koen yang dulunya merupakan seorang Panglima, dan masih banyak lagi Sin Beng yang sepatutnya dihormati dengan sangat dan penuh kesopanan.

Pakaian yang kita gunakan selayaknya harus dapat bisa menempatkan diri kita bahwa kita akan menemui atau menghadap orang-orang yang sangat suci dan penting bagi kehidupan kita. Maka dari itu, minimal, kita harus memakai pakaian yang tidak terbuka, rapi, dan tidak berada di atas lutut, memakai sepatu dan sebagainya selayaknya bahkan kita menghadiri sebuah undangan pernikahan. Mungkin pakaian yang seharusnya kita pakai tidak perlu setiap hari adalah pakaian terbaik yang kita punya, tetapi harus tetap mencerminkan kesopanan dan kerapihan sebagaimana kita akan mengajukan permohonan kepada Thian dan Para Sin Beng sekalian. Kita bisa memakai pakaian terbaik kita pada saat-saat tertentu, seperti Sejid dari Para Sin Beng, HUT. kelenteng, dan pada hari-hari tertentu lainnya yang bersifat perayaan dan peringatan.

Sesaji

Seringkali pada zaman sekarang, pemuda-pemudi Tridharma yang belum mengerti bagaimana menata sesaji justru enggan menata sesaji karena takut salah bagaimana menata-nya, bagaimana urutannya, dan sebagainya. Jika belum mengerti bagaimana menata buah dengan tradisi atau urutan sesaji berdasarkan Taoisme atau Konfusianisme, prinsip utama pada saat kita menata sesaji buah-buahan atau makanan diatas meja altar harus dapat mencerminkan bagaimana ketulusan kita pada saat berdoa dan bersembahyang. Sesaji yang kita naikkan ke altar yang merupakan puji syukur kepada Thian dan Para Sin Beng sekalian, juga merupakan ‘silence pray’ atau doa tersirat melalui sesaji yang ada.

Sebelum kita menaikkan sesaji kepada Thian atau Para Sin Beng sekalian, kita harus berpikir apakah buah-buahan atau makanan yang sudah ada di piring pantas atau sudah mengandung nilai-nilai kesopanan sebelum kita berikan kepada orang lain. Jika memang kita merasa apa yang sudah ada di atas piring atau mangkok sudah tertata rapi dan sudah sopan, maka kita bisa menaikkan sesaji kita ke atas meja altar Thian atau Para Sin Beng. Sesaji yang dipersembahkan harus juga sesuai dengan kemampuan masing-masing, bukan berdasarkan kata orang yang harus ada sesaij-sesaji tertentu yang ada di atas meja altar.

Sikap

Pada saat berada di kelenteng atau wihara yang merupakan tempat suci dan merupakan tempat naiknya doa permohonan manusia kepada Thian dan Para Sin Beng, kita juga harus dapat menjaga kesucian tempat-tempat tersebut dengan menjaga sikap dan ucapan kita. Seringkali dapat ditemui bahwa sebagian umat Tridharma berbicara dengan temannya dengan sangat lantang hingga menggunakan kata-kata yang tidak pantas karena beranggapan bahwa dia sedang tidak bersembahyang. Hal ini adalah hal yang sangat salah. Baik kita sedang bersembahyang atau tidak, kita juga harus dapat menjaga sikap untuk tidak bercanda atau berbicara yang lantang dan tidak sopan sehingga dapat mengganggu umat lainnya yang sedang berdoa atau bersembahyang.

Kelenteng atau Wihara sangat sering dijadikan tempat curhat atau mengadu nasib bagi umat kepada Thian dan Para Sin Beng. Sebagai umat Tridharma yang baik, sudah selayaknya kita menjaga ketenangan dan ketenteraman kelenteng atau Wihara.  

Tridharma tidak bisa dipandang sebagai agama yang ribet dan riweuh. Thian yang kita ketahui Sang Maha Bijak, dan kita juga mengetahui Para Sin Beng sekalian yang merupakan perantara kita kepada Thian juga telah mencapai kesempurnaan karena tingkat kebijakan yang sangat luar biasa, tidak akan mempermasalahkan bagaimana kita berpakaian, pakaian apa yang kita gunakan pada saat bersembahyang, sesaji apa yang kita persembahkan. Tetapi, kita sebagai manusia, harus bisa melatih diri untuk Menghormati Kepada Yang Patut Dihormati dengan sikap, pakaian, dan sesaji yang kita persembahkan dengan kesopanan dan penuh ketulusan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *